Sedangkan ayahnya berinisial W (38) sekarat dengan kondisi tangan kiri tersayat. Diduga kuat, korban bunuh diri karena terlilit utang.
Adrianus menuturkan, orangtua ARE diduga memaksanya untuk ikut mengakhiri hidup. Sedangkan satu anak lainnya dibiarkan hidup.
Baca juga: 6 Fakta Kasus Satu Keluarga Tewas Bunuh Diri di Malang, Tersisa Satu Anak Kembar yang Masih Hidup
“Jadi bapak ibunya juga berpikir kalau misalnya dua anaknya dibiarkan hidup memberatkan keluarga yang tinggal. Satu lagi mereka (keluarga) rawat, satu lagi mereka ajak mati,” ucap dia.
Rentetan terorisme di Surabaya pada 13 Mei 2018 lalu mengungkap modus baru terorisme, yakni menyertakan anak-anak kandung pelaku.
Tiga gereja, yakni Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno, Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro dibom.
Aksi bom bunuh diri tiga gereja di Surabaya itu dilakukan oleh enam pelaku yang masih satu keluarga. Mereka adalah Dita Oepriyanto (48), Puji Kuswati (43), PR (9), FS (12), YF (18), dan FH (16).
Pihak kepolisian mengatakan, pelaku terafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).
“Keluarga yang bunuh diri lewat (aksi) terorisme di Surabaya. Dua suami istri dan empat anak yang kemudian semuanya meninggal karena terorisme. Itu kan juga boleh dibilang suatu masalah sosial,” papar Adrianus.
Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri di Surabaya Diduga Berasal dari Satu Keluarga
“Karena lebih ke soal keyakinan agama yang salah, yang menyebabkan mereka seperti itu. Bukan masalah psikologis, psikiatri, bukan,” imbuh dia.
Selanjutnya, Adrianus menyinggung soal kematian ibu dan anak, yakni Grace Arijani Harahapan (64) dan David Ariyanto Wibowo (38) yang memutuskan bunuh diri di rumahnya wilayah Cinere, Depok.
“Ibunya ada indikasi sakit jantung. Tetapi, anaknya memang punya penganut satu gaya hidup minimalis, gaya-gaya Jepang yang kemudian membuat dirinya (mati) lemas, kemudian tidak cukup asupan gizi dan akibatnya meninggal,” tutur dia.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Nathanael Elnadus J Sumampouw berujar bahwa Grace serta David mengalami depresi hingga memutuskan bunuh diri bersama.
"Jadi, pada Grace dalam kondisi depresif, ketidakberdayaan, teralienasi. Mereka sepaham, sepakat bersama anaknya untuk menunjukkan indikasi bersama-sama mengakhiri kehidupan," sebut Nathanael dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (6/10/2023).
Baca juga: Jasad Ibu-Anak Ditemukan Tinggal Tulang di Cinere, Sang Ayah Meninggal 10 Tahun Lalu
Keduanya dipastikan bunuh diri, dengan berdiam di dalam toilet yang sempit. Korban juga membakar dupa dan arang, serta menutup rapat semua tempat sirkulasi udara dengan plastik. Ditemukan pula tulisan David yang mengungkapkan keinginannya untuk mati.
Kematian tragis sekeluarga juga terjadi di Kalideres. Empat orang anggota keluarga ditemukan tak bernyawa di dalam rumahnya, Perumahan Citra Garden 1, Kamis (10/11/2022).