Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Beda Jauh Nasib Jakarta Setelah Jadi DKJ, Diprediksi Masih Jadi Magnet Para Perantau dan Tetap Macet

Kompas.com - 23/04/2024, 09:13 WIB
Tria Sutrisna,
Larissa Huda

Tim Redaksi

Terlebih, lanjut Yayat, Jakarta memiliki potensi untuk mengembangkan sektor jasa keuangan, asuransi, dan perusahaan dengan ketersediaan sumber daya manusia yang ada.

“Akibatnya apa kalau Jakarta kalau ke depannya dipadati motor dengan pendapatan yang terbatas. Ini persoalan besar. Jakarta akan padat, ekonominya tumbuh tidak terlalu cepat dibandingkan kalau berbasis industri pengolahan,” ungkap Yayat.

Sejalan dengan itu, pemerintah di wilayah aglomerasi harus bisa mensinergikan pengembangan layanan transportasi publik. Dengan begitu, penggunaan kendaraan pribadi untuk beraktivitas di Jakarta atau datang dari kota penyangga dapat dikurangi.

“Jadi selama pola ekonomi kita gagal membangun publik transportasi yang andal, infrastruktur yang andal, maka kota ini akan semakin padat dengan kendaraan pribadi, padat dengan polusi dan boros dengan konsumsi bahan bakarnya,” pungkas Yayat.

Baca juga: Ini Kata Pengamat Tata Kota Soal Kawasan Aglomerasi DKJ

Jumlah kendaraan bakal dibatasi

Terkait hal itu, Suhajar mengatakan bahwa pemerintah DKJ diberikan kewenangan untuk membatasi jumlah kendaraan yang dimiliki setiap warga.

Hal itu sudah dituangkan dalam UU DKJ bagian kewenangan khusus perhubungan, yang meliputi jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perseorangan.

“Di dalam UU khusus ini kami (pemerintah) sepakat dengan DPR memberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah Khusus Jakarta, sampai dengan pengaturan jumlah kendaraan yang boleh dimiliki masyarakat,” ungkap Suhajar.

Kewenangan ini diberikan dengan harapan dapat mengatasi masalah kemacetan di Jakarta, setelah tak menjadi Ibu Kota. Nantinya, pemerintah DKJ bisa membuat aturan turunan untuk menjalankan kewenangan pembatasan jumlah kendaraan itu.

“Mungkin nanti kami dapat terapkan melalui pajak progresif yang sekarang sudah diterapkan untuk mobil," kata Suhajar.

Baca juga: Pemprov DKI Tunggu Perpres untuk Mulai Jalankan Aturan di UU DKJ

Artinya, kata dia, kalau masyarakat merasa bahwa membayar pajak terlalu mahal untuk mobil kedua, ketiga, ataupun kendaraan lain, maka nafsu untuk berbelanja kendaraan akan turun. 

Meski begitu, Suhajar berpendangan penerapan kebijakan tersebut ataupun pengembangan sektor perekonomian lainnya perlu dibarengi dengan kemampuan pemerintah daerah mengelola transportasi publik.

“Nah, itu yang masih harus kita kembangkan, transportasi umum. Sehingga nanti orang sebagian secara masif akan melepaskan transportasi pribadinya, beralih ke transportasi umum,” kata Suhajar.

Pelayanan di kelurahan ditingkatkan

Selain upaya mengatasi kemacetan, UU DKJ juga mengatur secara khusus upaya peningkatan kualitas pelayanan untuk warga.

Dalam beleid itu, terdapat kewajiban mengalokasikan lima persen anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), untuk operasional kelurahan di seluruh wilayah.

Baca juga: Heru Budi Tegaskan Jakarta Masih Ibu Kota meski UU DKJ Sudah Disahkan

“Untuk menjaga pemerataan pembangunan bagaimana, dan kami sepakat akhirnya minimal 5 persen dana APBD dapat disalurkan, wajib disalurkan sampai ke kelurahan,” kata Suhajar.

Halaman:


Terkini Lainnya

Aksi Gila Pejabat Kemenhub Injak Kitab Suci demi Buktikan Tak Selingkuh, Berujung Terjerat Penistaan Agama

Aksi Gila Pejabat Kemenhub Injak Kitab Suci demi Buktikan Tak Selingkuh, Berujung Terjerat Penistaan Agama

Megapolitan
Polisi Periksa Pelajar SMP yang Jadi Korban dan Pelaku Perundungan di Bogor

Polisi Periksa Pelajar SMP yang Jadi Korban dan Pelaku Perundungan di Bogor

Megapolitan
Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com