JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian hewan kurban dalam perayaan Idul Adha sering kali dikaitkan dengan orang-orang yang mapan secara finansial atau berkecukupan.
Namun, itu bukan berarti bahwa pemberi hewan kurban harus orang-orang yang berkecukupan.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, ada beberapa orang yang tetap mampu untuk berkurban meski penghasilannya tak menentu.
Baca juga: Ada Pedagang Warkop Kecil di Pinggir Jalan, Bisa Kasih Hewan Kurban ke Sini...
Ketua panitia kurban di Masjid Jami Darussalam Palmerah, Jakarta Barat, Ahmad Azis mengatakan, pernah ada orang dengan kategori finansial pas-pasan yang ikut berkurban di masjid tersebut.
"Ada juga warga menengah ke bawah atau ekonominya pas-pasan yang ikut kurban di sini," kata Ahmad saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (17/6/2024).
Ahmad mengatakan, orang tersebut merupakan seorang pedagang warung kopi.
Menurutnya, pendapatan orang tersebut tak menentu dan tidak banyak, tetapi ia mampu menyisihkan uang untuk membeli hewan kurban berupa seekor kambing.
"Ya dia hanya sekadar pedagang warung kopi (warkop) kecil-kecilan di pinggir jalan, bisa kasih hewan kurbannya ke sini. Biasanya karena satu orang, ya dikasihnya kambing," terang Ahmad.
Baca juga: Pedagang Siomay di Kebayoran Baru Rutin Berkurban Tiap Tahun, Menabung untuk Patungan Sapi
Sugito (68), seorang pedagang siomai keliling di Taman Gajah Darmawangsa, Pulo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, merasa berbahagia karena dia dan keluarga bisa berkurban setiap Idul Adha.
Sugito dan istrinya, Geni (62), selalu menyisihkan uang dari hasil berjualan siomai sekaligus es teler dua bulan sebelum Hari Raya Idul Adha tiba.
“Berkurban, Insya Allah berkurban setiap tahun,” kata Sugito kepada Kompas.com, Selasa (18/6/2024).
Sugito dan istrinya mempunyai alasan tersendiri mengapa mereka ingin berkurban setiap tahun.
Keduanya percaya dalam setiap rezeki yang mereka peroleh ada rezeki orang lain.
Baca juga: Berkurban Setiap Tahun, Pedagang Siomay: Kalau Uang Sedikit tapi Niat, Insya Allah Bisa...
“Kalau kita ada rezeki, di lingkungan kita itu ada anak yatim, kita bantu. Yang saya utamakan seperti itu. Kalau saya sih, yang penting yang lain pada ikut makan daging,” ujar Sugito.
Meski bisa berkurban setiap Idul Adha, Sugito tidak menganggap bahwa dia mempunyai rezeki yang berlimpah.
Katanya, ini cuma masalah prinsip dan kemauan untuk berkurban.
“Kalau saya punya prinsip gini, karena orang berkurban tuh dari hati ke hati. Walaupun uang banyak, kalau kita enggak ada niat, tidak akan jadi untuk berkurban,” ujar Sugito.
“Tapi kalau kita uangnya dikit, niatnya berkurban, Insya Allah kita berkurban. Untuk makan bersamalah. Di lingkungan kita bisa makan daging bersama,” kata Sugito melanjutkan.
Meski begitu, Sugito tidak membeli hewan kurban sendiri. Keluarga mereka dan enam keluarga lain urunan untuk membeli satu ekor sapi.
Baca juga: Pedagang Siomay di Kebayoran Berkurban Tiap Tahun, Patungan Rp 3,5 Juta untuk Beli Sapi
“Sapi itu kan berlaku untuk tujuh orang. Makanya kita bisa berkurban setiap tahun. Rata-rata, (urunan) Rp 3,5 juta per orang untuk ukuran sapi Rp 23 juta, dengan 7 orang,” ungkap Sugito.
Dengan metode urunan ini, dia mengucap syukur kepada Sang Pencipta bisa berkurban setiap tahun di Nurul Hidayat, Gaga, Larangan, Kota Tangerang.
(Penulis: Ryan Sara Pratiwi, Baharudin Al Farisi | Editor: Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.