Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Buruh Transportasi Jangan Mau Diadu Domba Pengusaha"

Kompas.com - 24/03/2016, 17:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menginginkan agar buruh sektor transportasi tidak terjebak adu domba kepentingan pengusaha, yang bakal merugikan buruh.

"Buruh jangan terjebak menjadi kaki tangan kapitalis dan korporasi, jangan mau diadu domba oleh pengusaha lewat balutan narasi soal kondisi perusahaan yang sedang sulit karena regulasi kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap pengusaha," kata Presiden KSBSI Mudhofir di Jakarta, Kamis.

Mudhofir mengaku prihatin akan aksi demonstrasi pengemudi taksi yang berujung pada bentrokan sesama pengemudi transportasi lainnya di beberapa titik di DKI Jakarta.

(Baca: Beredar Video Percakapan Sopir Taksi tentang Demonstrasi yang Diizinkan Perusahaan).

Untuk itu, ia mengingatkan agar pemerintah mengambil langkah tegas dan bijaksana dalam menyikapi permasalahan itu sehingga masalah tidak meluas dan memakan korban lebih banyak.

Menurut dia, permasalahan yang terjadi bukan semata-mata soal pengemudi transportasi konvensional melawan pengemudi transportasi aplikasi daring, tetapi lebih besar lagi, yaitu permasalahan ekonomi yang dirasakan begitu beratnya oleh buruh transportasi umum di Indonesia.

"Faktanya berkata bahwa sebagian penduduk Indonesia sudah jatuh hati dengan transportasi online, dan juga berhasil menjadi mata pencarian alternatif bagi banyak orang," katanya.

Di sisi lain, Mudhofir mengemukakan agar pemerintah harus mendengarkan tuntutan dari pengemudi transportasi konvensional, yang menjadi korban persaingan usaha antarkorporasi.

Sebagaimana diwartakan, perusahaan aplikasi layanan transportasi Uber dan Grab diberi waktu hingga 31 Mei 2016 untuk memenuhi syarat sebagai sarana transportasi umum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Diberi waktu sampai 31 Mei 2016 Uber dan Grab harus kerja sama dengan (perusahaan) transportasi umum yang sah, atau mendirikan badan hukum sendiri," kata Menteri Perhubungan Ignasius Jonan usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Kamis (24/3).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan UU No. 22/2009, antara lain harus berbadan hukum, terdaftar di pemerintahan daerah, dan memiliki izin sebagai sarana transportasi.

(Baca: Warna-warni Taksi Resmi dan "Gelap" di Ibu Kota Jakarta).

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta mengatakan, solusi guna mengatasi kontroversi transportasi berbasis aplikasi harus dicapai melalui langkah-langkah perdamaian dan bukan aksi anarkis.

"Kita menyayangkan adanya aksi anarkis dan agar jangan sampai terjadi lagi. Masyarakat kita adalah masyarakat yang damai. Marilah mencari solusi melalui perdamaian," kata Oesman Sapta.

Dia menyayangkan adanya perilaku anarkistis dalam aksi unjuk rasa angkutan umum tersebut.

Ia pun berharap semua pihak bisa berkepala dingin dalam memecahkan masalah itu dan bisa mengendalikan emosi.

Wakil Ketua MPR berpendapat, situasi saat ini memang tidak dapat dihindari, antara lain karena kurangnya sosialisasi kehadiran angkutan umum berbasis daring (online).

Padahal, lanjutnya, kehadiran angkutan umum berbasis daring tersebut dinilai juga mempunyai tujuan baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com