Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obat Penenang "Riklona Clonazepam" Ternyata Dijual Bebas di Warung

Kompas.com - 30/03/2016, 15:40 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA. KOMPAS.com - Kasus eksploitasi anak kembali menghangat. Kali ini menimpa seorang bayi bernama Bonbon (6 bulan) yang menjadi korban perdagangan manusia.
 
Modusnya, Bonbon diberikan obat penenang yang belakang diketahui berjenis Riklona Clonazepam. Bayi tersebut kemudian dibawa oleh orang dewasa untuk mengemis. Obat ini sebenarnya merupakan jenis obat paten yang tidak diperjualbelikan secara bebas.
 
Kompas.com mencoba mencari tahu keberadaan apotek yang menjual obat ini secara bebas. 
 
Selasa (29/3/2016), Jalan Cikini, Jakarta Pusat, disusuri Kompas.com dan mendatangi satu persatu apotek ternama yang berada di sepanjang jalan tersebut. Sayang, hampir belasan apotek yang didatangi, tak ada satupun apotek yang menjual jenis obat tersebut.
 
"Kami tidak jual, kalaupun ada harus dengan resep dokter," kata seorang apoteker.
 
Selanjutnya, Kompas.com berusaha mencari apotek yang menjual obat tersebut secara bebas di daerah Blok M, Jakarta Selatan yang disebut sebagai salah satu tempat yang menjual produk tersebut secara bebas.
 
Di salah satu kawasan perbelanjaan terkenal di Jakarta ini, berjejer belasan apotek dan toko obat yang menjual berbagai macam obat paten maupun obat generik.
 
Namun, ketika Kompas.com mencoba menelisik keberadaan apotek yang menjual obat tersebut, tak ada satupun yang mengaku. Jawabannya masih sama, yakni tidak pernah menjual.
 
Salah satu penjaga toko obat, sebut saja namanya Rara, wanita paruh baya ini mengatakan untuk obat jenis Riklona, sulit untuk didapatkan.
 
"Abang enggak akan dapat obat itu dan gak mungkin dapat, susah dicari bang karena peredaran obat sekarang sangat ketat," kata Rara. 
 
Pakai perantara
 
Rara menyebut, jika sebelumnya jenis obat tersebut sangat mudah untuk ditemui khususnya di daerah Blok M. Rara mengatakan, ada "freelance" yang selalu menyuplai obat yang dibutuhkan oleh pelanggan.
 
"Dulu freelance banyak bang, sekarang sudah tidak ada lagi. Udah takut mereka semua," kata Rara.
 
Seorang juru parkir yang ditemui Kompas.com mengatakan, sebelumnya, dirinya beserta satu orang temannya juga menjadi calo bagi pelanggan untuk mendapatkan obat yang memang sulit untuk didapatkan tanpa resep.
 
"Dulu kalo ada yang minta obat kayak gitu gampang mas, bisa saya bantu. Tapi semua sekarang hati hati mas, enggak ada yang mau sembarangan ngeluarin," kata juru parkir tersebut. 
 
Dirinya mengatakan selain di Blok M, tempat lain yang disebut menjual Riklona secara bebas yakni di Tanah Abang, Jakarta Pusat. (Baca: Bayi Diberi Obat Penenang Dosis Tinggi Saat Dibawa Pengemis)
 
Dijual di warung
 
Sekitar pukul 21.00 wib, Kompas.com mencoba menyusuri jalan Tanah Abang. Tak banyak apotek maupun toko obat yang  buka pada jam tersebut, hanya ada belasan pedagang yang membuka lapaknya diatas jembatan Tanah Abang menuju arah Slipi.
 
Terlihat belasan pedagang memakai grobak menjajakan obat yang kebanyakan memang adalah obat penambah gairah. 
 
Memang di daerah tersebut, di atas jam 21.00 malam, banyak pekerja seks komersial yang menjajakan diri.
 
Satu persatu Kompas.com menanyai para penjual tersebut. Namun, para penjual mengaku tak pernah menjual obat tersebut. Kemudian, seorang penjual menunjuk salah satu tempat bernama Pasar Kencar yang disebut mampu mampu menyediakan obat tersebut.
 
Di sebuah jalan sempit yang berlokasi di Pasar Kencar, tepatnya di daerah Kota Bambu Raya, Kompas.com menemukan sebuah warung yang menjual bebas obat jenis Riklona.
 
Dari luar tampak warung berukuran 4x4 meter tersebut dijaga oleh dua orang laki laki berukur 30-35 tahun. Warung tersebut juga menjual obat generik lain seperti Paracetamol maupun obat untuk penyakit biasa.
 
Ketika mencoba membeli obat tersebut, terlihat kehati-hatian dari dua laki laki penjaga warung. Dengan suara seperti berbisik dia menanyakan berapa banyak obat yang ingin dibeli. (Baca: Polisi Incar Apotek Penyedia Obat Penenang untuk "Bayi" Pengemis )
 
Saat ditanyai Kompas.com, kedua penjual tersebut mengaku mereka hanya menjual obat jenis tersebut untuk orang dewasa di atas 25 tahun. Untuk kesediaan obat, mereka mengatakan tidak pernah menyimpan stok barang. Dalam waktu yang tidak ditentukan, seorang supplier akan mendatangi mereka untuk menyediakan obat tersebut.
 
"Kami tidak tahu siapa dia, kami juga tidak pernah menghubunginya. Meski kami meminta nomor hapenya, dia gak pernah ngasih, jadi dia datang sewaktu waktu saja," kata penjual tersebut.
 
Penjual tersebut mengatakan warungnya buka setiap hari. Namun, dia mengaku tak setiap hari orang mencari jenis obat tersebut. 
 
"Jadi kadang penjualannya juga enggak menentu bang, kadang ada, kadang juga enggak," katanya.
 
Dijual Rp 35 ribu
 
Satu tablet Riklona dijual seharga Rp 35 ribu. Dirinya juga mengaku tidak pernah menjual tablet tersebut jika ada yang meminta lebih dari satu tablet.
 
"Biasanya enggak kami kasih kalau ada yang minta lebih dari satu tablet," jelasnya.
 
Dari pantauan, beberapa kali terlihat pembeli berusia 17-20 tahun mendatangi warung tersebut. Jika biasanya sebuah warung memberikan obat secara terang terangan, namun kali ini terlihat transaksi tersebut dilakukan secara diam diam. Pembeli langsung memasukan obat yang dibelinya ke dalam saku dan bergegas pergi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma 'Settingan'

Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma "Settingan"

Megapolitan
Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Megapolitan
'Flashback' Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

"Flashback" Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

Megapolitan
Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Megapolitan
Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Megapolitan
Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Megapolitan
PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

Megapolitan
Larang Bisnis 'Numpang' KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Larang Bisnis "Numpang" KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Megapolitan
Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA: Edukasi Anak sejak Dini Cara Minta Tolong

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA: Edukasi Anak sejak Dini Cara Minta Tolong

Megapolitan
Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Megapolitan
Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Megapolitan
Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com