Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antisipasi Kecurangan KPPS, Tim Ahok-Djarot Usulkan Saksi "Mobiling"

Kompas.com - 24/03/2017, 06:52 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara tim pemenangan pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, I Gusti Putu Artha, mengusulkan agar saksi dari pasangan calon memiliki akses untuk bergerak bebas mengecek identitas pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya di TPS atau mobiling.

Usulan tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan kecurangan yang dilakukan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).

Sebab, pada putaran pertama Pilkada DKI Jakarta 2017 kemarin, kata Putu, KPPS yang mengecek identitas pemilih, ada yang membiarkan formulir C6 (pemberitahuan memilih) digunakan oleh orang lain.

"Yang bisa dilakukan memberi kesempatan saksinya setiap saat untuk mobiling ketika dia perlu melihat orang yang membawa e-KTP," ujar Putu di Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (23/3/2017) malam.

Putu mengatakan, desain tempat duduk saksi dan KPPS yang mengecek identitas pemilih berseberangan.

Dengan demikian, saksi kesulitan untuk turut mengecek dan mengawasi identitas pemilih. Mulanya, Putu mengusulkan agar desain TPS tersebut diubah.

Namun, hal tersebut tidak memungkinkan karena desain TPS sudah baku dan tercantum dalam peraturan KPU.

(Baca juga: Bantu Menangkan Anies-Sandi, PAN Kirim Kader Muda ke Tiap TPS)

Oleh karena itu, saksi mobiling dinilai sebagai solusi yang tepat dan tidak melanggar aturan.

Sebab, tempat duduk saksi sesuai dengan desain TPS, tetapi mereka tetap memiliki akses bergerak bebas.

Selain itu, Putu mengusulkan agar pada pukul 12.00-13.00 WIB, saksi bisa berdiri di dekat KPPS yang mengecek identitas pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), tetapi menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan e-KTP atau surat keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

"Dia stay di situ (dekat KPPS), nunggu orang yang bawa e-KTP itu untuk dikoreksi bersama-sama. Tempat duduknya tetap, tapi dia boleh berdiri dan itu tidak melanggar peraturan," kata Putu.

Sementara itu, Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno mengatakan, saksi mobiling tersebut dimungkinkan untuk dilakukan.

Sumarno mengatakan, para saksi memiliki akses untuk mendekat ke KPPS yang mengecek identitas warga selama tidak mengganggu jalannya pemungutan suara.

"Boleh, enggak masalah, sepanjang tidak mengganggu ketertiban di TPS," ujar Sumarno saat ditemui terpisah.

Sumarno menyebut, KPU DKI Jakarta telah menerima usulan tersebut dan mengkaji apakah ada kemungkinan desain TPS diubah.

Namun, hal tersebut sulit dilakukan karena aturannya sudah ada dalam peraturan KPU.

(Baca juga: Ahok Usul Pemilih Bawa E-KTP dan Tambah Peran Saksi di TPS)

Selain itu, tempat duduk saksi tidak boleh berdekatan dengan tempat duduk pemilih yang menunggu untuk menggunakan hak pilihnya untuk menghindari potensi intimidasi dari saksi terhadap pemilih.

"Aturan layout sudah diatur dalam petunjuk teknis pemungutan suara, layout seperti sekarang tetapi mereka (saksi) punya akses untuk mendekat kepada anggota KPPS untuk mengecek apa bener namanya, ada atau enggak (di DPT). Itu dimungkinkan," kata Sumarno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com