JAKARTA, KOMPAS.com — 
Sebanyak 17 anak penghuni panti asuhan The Samuel’s Home yang ditampung di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) masih trauma. Anak-anak berusia 3-17 tahun itu dihantui aksi kekerasan yang diduga dilakukan pemilik panti, Samuel Watulingas (50) dan Yuni Winata (47).

Salah satu indikasi trauma dapat dilihat dari keengganan anak untuk tidur sendiri dalam kamar masing-masing. ”Ini indikasi bahwa anak-anak itu masih trauma,” kata salah seorang pekerja sosial di RPSA, Yuni, di kantor lembaga itu, di Bambu Apus, Jakarta Timur, Kamis (27/2/2014).

Ketika Kompas coba menghampiri, beberapa di antara anak-anak itu tertunduk atau menghindar ketakutan.

Sejak kedatangan mereka pada Jumat (14/2/2014), RPSA telah menyediakan satu kamar untuk satu anak, tetapi mereka memilih untuk tidur berkelompok.

Yuni menjelaskan, terdapat luka-luka di tubuh anak-anak saat pertama kali mereka datang. Kini, kondisi anak-anak itu sudah mulai membaik. Kemarin, 3 anak berusia 6-8 tahun menonton acara televisi, sementara 2 anak berusia 16 dan 17 tahun berbincang- bincang di ruang tengah. Sebagian anak lainnya bermain di luar halaman.

Menurut rencana, 9 dari 17 anak yang ada di RPSA melaksanakan visum di Rumah Sakit Polri Kramatjati, kemarin. Enam di antara mereka berusia di bawah 6 tahun. Namun, demi pemulihan trauma, visum diundur menjadi Jumat ini.

Direktur Kesejahteraan Sosial Anak Kementerian Sosial Edi Suharto mengatakan, dalam mengambil langkah penyelesaian konflik, hendaknya pihak-pihak terkait mengutamakan kepentingan anak. ”Saat ini yang dibutuhkan anak adalah bebas dari trauma. Karena itu, langkah yang kita ambil harus mengarah ke sana,” kata Edi yang ditemui di kantor RPSA, kemarin.

Pihak RPSA juga telah mengajukan rekomendasi kepada pendamping hukum anak dari LBH Mawar Sharon dan pihak kepolisian agar pelaksanaan visum dan penyusunan berita acara pemeriksaan dilakukan di RPSA. ”Anak-anak masih kecil. Tidak baik membawa mereka sering bepergian. Sebaiknya visum dilaksanakan di sini saja,” katanya.

Sebelumnya, pekan lalu, sembilan anak menjalani visum. Kepala Divisi No-Litigsasi Jecky Tengens mengatakan masih menunggu hasil visum yang diperkirakan akan keluar minggu ini.

Menurut Kepala RPSA dan psikolog pendamping anak Ike Mustika, setidaknya tiga hal yang harus diperhatikan untuk mengatasi trauma anak, yaitu menciptakan suasana yang membangkitkan semangat, menanamkan nilai-nilai kasih sayang, dan selalu mengutamakan kepentingan terbaik untuk anak.

Ketua Satuan Tugas Perlindungan Anak Muhammad Ihsan meminta pemerintah dan masyarakat memperketat mekanisme perlindungan anak. Kasus yang menimpa anak-anak di panti asuhan itu hanyalah sedikit permasalahan yang terliput.

Padahal, menurut Ihsan, sampai saat ini masih ada 4,8 juta anak telantar dan ribuan anak korban kekerasan. (A14/PIN/MKN/RTS/RAY)