Sayumi (43), penarik retribusi di Pasar Ular Plumpang, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Timur, mempertanyakan rencana tersebut. Ia mengatakan, dengan adanya retribusi model itu, ia tidak akan mendapat honor bila PKL hanya menyetor biaya retribusi resmi.
"Selama ini honor kami sebesar Rp 1,25 juta per bulan didapat dari pungutan di luar retribusi dan bukan dari pemerintah. Lalu kalau PKL hanya membayar retribusi resmi, kami mau dapat upah dari mana?" tanya dia, Sabtu (5/7/2014).
Sayumi mengatakan, setiap hari ia menagih retribusi sebesar Rp 5.000-Rp 8.000 kepada 150 pedagang. Dari iuran itu, ia menyetorkan uang Rp 3.000 per pedagang ke Sudin Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (UMKMP) Jakarta Utara. Sisanya, Rp 2.000-Rp 5.000, digunakan untuk biaya operasional pasar termasuk honor para pengurus.
"Untuk pedagang di dalam dikenakan iuran Rp 8.000, sementara di luar Rp 5.000 per pedagang. Retribusi resminya Rp 3.000, uang dari potongan retribusi resmi dialihkan untuk mengelola dan membayar honor pengurus pasar," kata Sayumi.
Sementara itu, H Ustafifi, Koordinator Pengurus Pasar Ular Plumpang, mengatakan pihaknya telah mendapat sosialisasi dari Sudin UMKMP tekait penarikan retribusi non-tunai. Namun bila penarikan retribusi non-tunai diiringi dengan pelarangan pungutan iuran lainnya, pihaknya keberatan.
Ustafifi mengatakan, ada 14 pengurus di Pasar Ular Plumpang yang memiliki tugas dan upah berbeda-beda. Dari jumlah tersebut ada enam petugas keamanan, dua petugas kebersihan, dua petugas pengambil retribusi, dan empat petugas yang menghubungkan PKL dengan Sudin UMKMP.
"Para pengurus di sini memang mengandalkan pungutan lain untuk mendapatkan honor. Upah kami terima berkisar Rp 800.000 hingga Rp 2 jutaan," kata Ustafifi.
Ustafifi menambahkan, besaran iuran di luar retribusi resmi ini telah disepakati bersama oleh pedagang melalui rapat antara pedagang dan paguyuban yang menaungi pasar.
"Semua pedagang sudah setuju soal besaran iuran yang di luar retribusi resmi. Mereka mengaku tidak ada masalah," kata Ustafifi, yang mampu mengumulkan retribusi hingga Rp 750.000 per hari.
Digaji
Ustafifi mengatakan, ia tidak mempermasalahkan sistem baru penarikan retribusi PKL. Dia hanya berharap Pemprov DKI memberi gaji kepada pengurus Pasar Ular Plumpang.
"Yang kami mau pemerintah menanggung honor yang kami terima," kata dia.
"Kalau tidak ada kami, siapa yang akan membersihkan sampah? Siapa yang menjaga keamanan? Siapa juga yang menjembatani antara pedagang dan Sudin UMKMP," lanjut Ustafifi.
Denis Aritonang (42), penjual jam tangan di Pasar Ular, mengatakan dia tidak berkeberatan dengan rencana Pemprov itu. Cara itu disebutnya efisien dan praktis meskipun masih menunggu kesepakatan dari paguyuban.
Mengenai besaran iuran di luar retribusi resmi, kata Denis, itu telah disepakati bersama. "Jualan di sini saya bayar Rp 5.000 per hari. Tiga ribu rupiah retribusi ke pemerintah dan Rp 2.000 untuk kebersihan, keamanan, dan upah pengurus. Bagi saya itu tidak masalah karena untuk kepentingan bersama," kata dia. (faf)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.