Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Retribusi Non-Tunai, Pengurus Pasar Minta Digaji

Kompas.com - 07/07/2014, 08:50 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menarik tertribusi kepada pedagang kaki lima (PKL) dengan model non-tunai dikeluhkan pengurus pasar. Mereka menganggap rencana tersebut menyulitkan pengurus mengelola pasar.

Sayumi (43), penarik retribusi di Pasar Ular Plumpang, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Timur, mempertanyakan rencana tersebut. Ia mengatakan, dengan adanya retribusi model itu, ia tidak akan mendapat honor bila PKL hanya menyetor biaya retribusi resmi.

"Selama ini honor kami sebesar Rp 1,25 juta per bulan didapat dari pungutan di luar retribusi dan bukan dari pemerintah. Lalu kalau PKL hanya membayar retribusi resmi, kami mau dapat upah dari mana?" tanya dia, Sabtu (5/7/2014).

Sayumi mengatakan, setiap hari ia menagih retribusi sebesar Rp 5.000-Rp 8.000 kepada 150 pedagang. Dari iuran itu, ia menyetorkan uang Rp 3.000 per pedagang ke Sudin Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (UMKMP) Jakarta Utara. Sisanya, Rp 2.000-Rp 5.000, digunakan untuk biaya operasional pasar termasuk honor para pengurus.

"Untuk pedagang di dalam dikenakan iuran Rp 8.000, sementara di luar Rp 5.000 per pedagang. Retribusi resminya Rp 3.000, uang dari potongan retribusi resmi dialihkan untuk mengelola dan membayar honor pengurus pasar," kata Sayumi.

Sementara itu, H Ustafifi, Koordinator Pengurus Pasar Ular Plumpang, mengatakan pihaknya telah mendapat sosialisasi dari Sudin UMKMP tekait penarikan retribusi non-tunai. Namun bila penarikan retribusi non-tunai diiringi dengan pelarangan pungutan iuran lainnya, pihaknya keberatan.

Ustafifi mengatakan, ada 14 pengurus di Pasar Ular Plumpang yang memiliki tugas dan upah berbeda-beda. Dari jumlah tersebut ada enam petugas keamanan, dua petugas kebersihan, dua petugas pengambil retribusi, dan empat petugas yang menghubungkan PKL dengan Sudin UMKMP.

"Para pengurus di sini memang mengandalkan pungutan lain untuk mendapatkan honor. Upah kami terima berkisar Rp 800.000 hingga Rp 2 jutaan," kata Ustafifi.

Ustafifi menambahkan, besaran iuran di luar retribusi resmi ini telah disepakati bersama oleh pedagang melalui rapat antara pedagang dan paguyuban yang menaungi pasar.

"Semua pedagang sudah setuju soal besaran iuran yang di luar retribusi resmi. Mereka mengaku tidak ada masalah," kata Ustafifi, yang mampu mengumulkan retribusi hingga Rp 750.000 per hari.

Digaji

Ustafifi mengatakan, ia tidak mempermasalahkan sistem baru penarikan retribusi PKL. Dia hanya berharap Pemprov DKI memberi gaji kepada pengurus Pasar Ular Plumpang.

"Yang kami mau pemerintah menanggung honor yang kami terima," kata dia.

"Kalau tidak ada kami, siapa yang akan membersihkan sampah? Siapa yang menjaga keamanan? Siapa juga yang menjembatani antara pedagang dan Sudin UMKMP," lanjut Ustafifi.

Denis Aritonang (42), penjual jam tangan di Pasar Ular, mengatakan dia tidak berkeberatan dengan rencana Pemprov itu. Cara itu disebutnya efisien dan praktis meskipun masih menunggu kesepakatan dari paguyuban.

Mengenai besaran iuran di luar retribusi resmi, kata Denis, itu telah disepakati bersama. "Jualan di sini saya bayar Rp 5.000 per hari. Tiga ribu rupiah retribusi ke pemerintah dan Rp 2.000 untuk kebersihan, keamanan, dan upah pengurus. Bagi saya itu tidak masalah karena untuk kepentingan bersama," kata dia. (faf)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kisah Dian Bertahan Jadi Pelukis Piring, Karya Ditawar Murah hingga Lapak Diganggu Preman

Kisah Dian Bertahan Jadi Pelukis Piring, Karya Ditawar Murah hingga Lapak Diganggu Preman

Megapolitan
Dua Ormas Bentrok hingga Lempar Batu-Helm, Lalin Jalan TB Simatupang Sempat Tersendat

Dua Ormas Bentrok hingga Lempar Batu-Helm, Lalin Jalan TB Simatupang Sempat Tersendat

Megapolitan
Kisah Perantau Bangun Masjid di Kampung Halaman dari Hasil Kerja di Tanah Perantauan

Kisah Perantau Bangun Masjid di Kampung Halaman dari Hasil Kerja di Tanah Perantauan

Megapolitan
Uniknya Seni Lukis Piring di Bekasi, Bermodalkan Piring Melamin dan Pensil Anak SD

Uniknya Seni Lukis Piring di Bekasi, Bermodalkan Piring Melamin dan Pensil Anak SD

Megapolitan
Sapi Kurban Mengamuk Saat Hendak Disembelih di Tangsel, Rusak Tiga Motor Warga

Sapi Kurban Mengamuk Saat Hendak Disembelih di Tangsel, Rusak Tiga Motor Warga

Megapolitan
Suasana Mencekam di Pasar Minggu Sore Ini, Dua Ormas Bentrok Lempar Batu dan Helm

Suasana Mencekam di Pasar Minggu Sore Ini, Dua Ormas Bentrok Lempar Batu dan Helm

Megapolitan
PKB Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024 karena Hasil 'Survei Langitan'

PKB Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024 karena Hasil "Survei Langitan"

Megapolitan
Marak Penjarahan Aset di Rusunawa Marunda, Pengelola Ungkap Tak Ada CCTV di Sana

Marak Penjarahan Aset di Rusunawa Marunda, Pengelola Ungkap Tak Ada CCTV di Sana

Megapolitan
Gang Venus Tambora Terlalu Padat Penduduk, Pemerintah Diminta Relokasi Warga ke Rusun

Gang Venus Tambora Terlalu Padat Penduduk, Pemerintah Diminta Relokasi Warga ke Rusun

Megapolitan
Demi Berkurban Sapi, Sugito Pedagang Siomay Menabung Dua Bulan Sebelum Idul Adha

Demi Berkurban Sapi, Sugito Pedagang Siomay Menabung Dua Bulan Sebelum Idul Adha

Megapolitan
Truk Sampah di Kota Bogor Disebut Tak Dapat Peremajaan Bertahun-tahun, padahal Berusia Tua

Truk Sampah di Kota Bogor Disebut Tak Dapat Peremajaan Bertahun-tahun, padahal Berusia Tua

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Bakal Pasang Alat Kontrol Patroli untuk Cegah Penjarahan Berulang

Pengelola Rusunawa Marunda Bakal Pasang Alat Kontrol Patroli untuk Cegah Penjarahan Berulang

Megapolitan
Menunggu Berjam-jam di Masjid Istiqlal, Warga Kecewa Tak Ada Pembagian Daging Kurban

Menunggu Berjam-jam di Masjid Istiqlal, Warga Kecewa Tak Ada Pembagian Daging Kurban

Megapolitan
Sugito Tak Masalah Dapat Daging Kurban Sedikit: Yang Penting Orang di Lingkungan Kita Bisa Makan

Sugito Tak Masalah Dapat Daging Kurban Sedikit: Yang Penting Orang di Lingkungan Kita Bisa Makan

Megapolitan
Warga Jakbar Datang ke Masjid Istiqlal Berharap Kebagian Daging Kurban: Di Rumah Cuma Dapat 2 Ons

Warga Jakbar Datang ke Masjid Istiqlal Berharap Kebagian Daging Kurban: Di Rumah Cuma Dapat 2 Ons

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com