JAKARTA, KOMPAS.com - Kasubdit Angkutan Orang Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani, mengatakan, hingga saat ini, banyak taksi non-berbasis online yang mati karena kehadiran kendaraan yang digunakan sebagai angkutan umum berbasis aplikasi.
"Kalau di gambaran seutuhnya, sampai saat ini sudah banyak taksi yang existing sudah mati akibat beroperasinya taksi online yang tidak comply dengan aturan," ujar Yani.
Hal tersebut diungkapkan Yani dalam focus group discussion (FGD) tentang penataan angkutan berbasis aplikasi yang diselenggarakan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) di Kantor Dinas Perumahan dan Gedung DKI, Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (9/8/2016).
Dia menyebut beberapa perusahaan taksi konvensional yang sudah gulung tikar dan tidak bayar pajak. Selain itu, Yani juga menyebut ada perusahaan yang telah mengurangi jumlah pengemudi mereka yang pindah ke perusahaan angkutan umum berbasis aplikasi.
Menurut Yani, adanya angkutan umum berbasis aplikasi atau online ini membuka lapangan pekerjaan. Namun, tidak sedikit pula orang yang kehilangan pekerjaan mereka.
"Di satu sisi kesempatan kerja memang ada di (perusahaan angkutan umum berbasis) online, tapi banyak juga orang yang kehilangan pekerjaan," kata dia.
Oleh karena itu, Yani menyebut pemerintah akan terus melakukan pengawasan dan penertiban angkutan umum berbasis aplikasi untuk menerapkan adanya kesetaraan kebijakan terhadap yang konvensional dan yang berbasis aplikasi.
Salah satunya yakni dengan dikelurkannya Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraaan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
"Yang namanya regulasi harus equal antara taksi yang sudah ada dengan pendatang barunya sehingga pemerintah tidak bisa memberikan kemudahan kepada salah satu pihak," ucap Yani.