JAKARTA, KOMPAS.com - Para penggagas kegiatan car free day atau hari bebas kendaraan bermotor di Jalan Jendral Sudirman dan Jalan MH Thamrin menyatakan acara "Kita Indonesia" telah melanggar semua regulasi, tidak hanya yang terkait aturan bebas kegiatan politik, tapi juga pengendalian pencemaran.
Salah seorang penggagas CFD, Karya Ersada menyayangkan segala macam pelanggaran itu. Apalagi kondisi serupa ia sebut tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Kementerian, Kepolisian mau nurutin ini (peraturan CFD) kok. Apa spesialnya 'Kita Indonesia'? Semua regulasinya dilanggar," kata Karya saat jumpa pers di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2016).
Salah satu pelanggaran yang disoroti Karya adalah penggunaan genset untuk mendukung daya listrik acara di panggung. Karya menyatakan, saat digagas 14 tahun lalu, salah satu tujuan digelarnya CFD adalah pengendalian pencemaran. Karena itu, ia menyayangkan penggunaan genset saat berlangsungnya acara pada Minggu kemarin itu.
Karya bahkan menilai panitia "Kita Indonesia" tak memiliki itikad baik. Karena tak mematuhi semua kesepakatan yang dibuat.
"Siapapun yang mau partisipasi, PLN bisa suplai listrik. Tapi kalau listrik bayar, tidak gratis. Kami sudah sarankan (panitia agar) kontak PLN. Silahkan langsung bersurat. Tapi kesombongan dari panitianya tadi," ujar Karya.
Acara Kita Indonesia yang digelar pada Minggu (4/12/2016) terpantau dipenuhi atribut-atribut partai politik. Padahal pada Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2016 dinyatakan bahwa kegiatan politik tidak boleh digelar di CFD. (Baca: Aksi "Kita Indonesia" Disebut Bernuansa Politik, Ini Kata Panitia)
Selain itu, hal lain yang juga disoroti adalah sejumlah tindakan yang dinilai melanggar Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Indikatornya adalah penempatan panggung di Bundaran HI yang harusnya steril; penggunaan genset; penggunaan sound system melebihi standar saat CFD; pemblokiran busway; serta tidak adanya pengelolaan sampah dan pembiaran terhadap kerusakan taman.