Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mekanisme Tunjangan Pejabat DKI Bermasalah, Anies Minta Rombak Total

Kompas.com - 17/12/2018, 15:34 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta sistem Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) dirombak.

Dalam rapim tanggal 3 Desember 2018 yang diunggah ke akun YouTube Pemprov DKI pada Senin (17/12/2018), Anies dan jajarannya membahas revisi TKD yang selama ini dirasa belum adil.

Awalnya, Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Budihastuti menjelaskan, TKD pejabat pimpinan tinggi diberikan berdasarkan empat indikator.

Indikator itu yakni indeks penilaian kinerja atau key performance index (KPI) (60 persen), tindak lanjut rapim Gubernur (10 persen), tindak lanjut aduan masyarakat (10 persen), dan penyerapan anggaran (20 persen).

Di bawah itu, untuk pejabat administrator, pejabat pengawas, dan pelaksana, indikatornya ada tiga. Ketiga indikator itu yakni input aktivitas (70 persen), penilaian perilaku (10 persen), dan penyerapan anggaran (20 persen).

Baca juga: Taufik: Kalau Penyerapan Rendah, TKD untuk Kadis Jangan 100 Persen

Masalah yang terjadi selama ini, kata Budihastuti, banyak pejabat yang lupa memasukkan dan memvalidasi capaiannya. Akibatnya, pejabat yang bersangkutan tak dapat TKD, sementara atasannya terpotong 40 persen.

"Sehingga banyak surat masuk ke Pak Gubernur terkait validasi," kata Budihastuti.

Selain itu, banyak indeks penilaian kinerja yang tidak menggambarkan kinerja yang sebenarnya. Contohnya, Dinas Perhubungan dan Dinas Lingkungan Hidup yang KPI-nya lolos namun di lapangan belum tertangani.

Selain itu, penilaian berdasarkan KPI dan tindak lanjut aduan masyarakat hanya berlaku pada eselon I dan II. Pelaksana langsungnya, yakni eselon III dan IV, belum dinilai berdasarkan KPI dan aduan masyarakat.

Begitu pula penilaian berdasarkan serapan anggaran, selama ini dinilai menyeluruh per Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Padahal dalam satu SKPD, boleh jadi ada unit yang serapan anggarannya bagus, harus terpotong tunjangannya karena ada unit lain yang serapannya buruk.

Selain itu, efisiensi anggaran yang tidak bisa dihindari kerap dinilai sebagai kegagalan penyerapan anggaran.

"Sebagai contoh di BPSDM, kegiatan makan dan minum komponen sesuai Pergub Rp 47.000. Padahal di dalam lelang hanya Rp 38.000," kata Budihastuti.

Mendengar penjelasan ini, Anies langsung minta agar sistem pemberian tunjangan dirombak total.

"Ini kelihatannya kami harus bongkar mesin ini, harus overhaul," kata Anies.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com