JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik M Qodari menilai, pertarungan antara dua calon wakil gubernur DKI Jakarta yang diusulkan Partai Gerindra dan PKS tidak seimbang.
Setelah proses pemilihan Wagub DKI mandek, Gerindra dan PKS kemudian mengganti calon.
Akhirnya, PKS dan Gerindra sepakat sama-sama mengusung satu calon.
PKS menyodorkan kadernya Nurmansjah Lubis, sementara Gerindra menyerahkan kadernya Ahmad Riza Patria.
Baca juga: Ribet Banget Drama Gerindra dan PKS Pilih Wagub DKI
Kedua calon tersebut menggantikan dua calon yang sudah diajukan, yakni Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto, dua kader PKS.
Qodari menilai, peta politik nasional berpengaruh besar dalam perebutan jabatan Wagub DKI.
Gerindra kini meninggalkan PKS dengan bergabung dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Otomatis partai pendukung pemerintah akan mendukung pilihan dari Gerindra," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/1/2020).
Baca juga: Politisi Gerindra Riza Patria Siap Tinggalkan DPR jika Jadi Calon Wagub DKI
Qodari menilai, melihat peta politik di DPRD DKI, Gerindra kemungkinan didukung mayoritas suara dari koalisi pendukung pemerintah.
"Menurut saya kalau terjadi pertarungan politik, maka (calon dari) PKS akan terjungkal karena angkanya 67 (mendukung Gerindra) banding 33 (mendukung PKS)," ucap Qodari.
Meskipun memiliki kesempatan menang yang sangat tipis, Qodari menduga, PKS akan bertarung lewat pemungutan suara dibanding memberikan calon tunggal kepada Gerindra.
"Saya kira memang akan terjadi tarung bebas," kata dia.
Baca juga: Utak-atik Calon Wagub DKI Jakarta, Sampai Kapan Anies Menjomblo?
Meski demikian, lanjut Qodari, bisa saja ada kesepakatan politik antara Gerindra dan PKS sehingga PKS rela untuk melepas jabatan strategis tersebut.
"Kalau misalnya dalam proses mengalah, mungkin ada deal politik, itu bisa ditanyakan ke PKS dan Gerindra," kata dia.
Proses pemilihan wagub DKI mandek sejak masa jabatan DPRD periode 2014-2019. PKS dan Gerindra akhirnya sepakat mengganti nama calon.