Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Isi Raperda Kota Religius yang Diusulkan Pemkot Depok

Kompas.com - 03/07/2020, 05:57 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Depok tak mau surut dalam upaya menjadikan Kota Depok sebagai kota religius sebagaimana tercantum dalam visi pasangan wali kota dan wakil wali kotanya: nyaman, unggul, dan religius.

Upaya itu dituangkan dengan sebisa mungkin meloloskan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda Kota Religius ke DPRD. Setelah tahun lalu ditolak karena dianggap mencampuri urusan privat warga, tahun ini Pemkot Depok kembali mengusulkannya ke parlemen raperda itu.

Kali ini, usulan itu lolos ke tahap pembahasan di DPRD Kota Depok meski diwarnai sejumlah kontroversi dalam prosesnya.

Baca juga: Berbeda dari Tahun Lalu, Raperda Depok Kota Religius Kini Tak Atur Etika Berpakaian

Lantas, apakah ada yang berbeda antara usulan Raperda Kota Religius tahun lalu dengan tahun ini?

Pemkot Depok tak ulangi blunder

Tahun lalu, Raperda Kota Religius diusulkan Pemkot Depok ke Badan Musyawarah DPRD dengan rincian pasal-pasal yang problematik.

Sorotan publik begitu deras tahun lalu karena detail raperda itu memberi ruang bagi pemerintah menentukan urusan agama warganya, mulai dari menentukan definisi perbuatan yang dianggap tercela, praktik riba sampai aliran sesat dan perbuatan syirik.

Bahkan, etika berpakaian pun diatur di situ.

Pada Mei 2019, Pemerintah Kota Depok menjelaskan bahwa pasal-pasal itu hasil saduran dari aturan sejenis di Tasikmalaya, Jawa Barat, dan tidak merepresentasikan maksud pemerintah dalam upaya mewujudkan kota religius.

Tahun ini, draf berisi pasal-pasal secara rinci itu tak lagi disertakan. Pemkot Depok hanya mengusulkan garis besar raperda dalam bentuk naskah ringkas/executive summary.

"Hanya executive summary. Secara aturan memang dimungkinkan seperti itu. Bedanya, kali ini draf raperda-nya tidak disertakan. Mungkin disembunyikan," ujar Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Kota Depok, Ikravany Hilman, kepada Kompas.com , Kamis (2/7/2020) kemarin.

Dalam naskah ringkas itu, urusan privat warga tak dicampuri terlalu jauh seperti dalam naskah tahun lalu.

Raperda Kota Religius yang diusulkan tahun ini justru terkesan menjamin setiap kegiatan keagamaan di Kota Depok memiliki payung hukum.

Contoh-contoh ketentuan dalam raperda Kota Religius

Dalam naskah ringkas yang dikirimkan Ikravany kepada Kompas.com, sistematika Raperda Kota Religius terdiri dari 7 bagian.

Baca juga: Rancangan Perda Kota Religius Depok Dianggap Masih Bermasalah

Secara khusus, pada bab II Pemkot Depok menyatakan bahwa raperda ini bertujuan untuk "memberikan landasan secara yuridis dalam upaya memberikan perhatian dan upaya yang lebih luas untuk terwujudnya hal yang dimaksudkan".

Bagian utama ada di bab III dan IV, meskipun patut dicatat bahwa belum ada turunan ketentuan yang saklek untuk bisa dijadikan pegangan, sehingga ketentuan di bawah ini masih multitafsir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com