Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Tahun Gugatan Polusi Ditunda, Kuasa Hukum: Pengadilan Melanggar HAM

Kompas.com - 10/08/2021, 19:15 WIB
Mita Amalia Hapsari,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah dua tahun gugatan warga atas pencemaran udara di Jakarta terus mengalami penundaan proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Berkait hal tersebut, pengacara publik Ayu Eza Tiara menilai pengadilan turut terlibat pelanggaran hak asasi manusia lantaran menunda hak penggugat dan warga untuk medapatkan udara sehat dan bersih.

"Berjalan sudah hampir 2 tahun dengan 6 kali penundaan. Sidang putusan ini sudah enggak wajar. Saya khawatir berpotensi adanya maladministrasi," ungkap Ayu dalam media briefing Koalisi Ibu Kota, Selasa (10/8/2021).

Baca juga: Polusi Udara di Jakarta Justru Memburuk Selama PPKM Darurat dan Level 4, Mengapa?

Ia pun merujuk pada aturan yang dibuat Mahkamah Agung melalui Surat Edaran No 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada Empat Lingkungan Peradilan.

Ayu menjelaskan, keempat lingkungan peradilan yang dimaksud salah satunya adalah peradilan umum atau pengadilan negeri.

Dalam surat edaran itu, imbuh Ayu, diamanatkan kepada hakim untuk sebisa mungkin melakukan persidangan dengan proses yang cepat, dan waktu persidangan bersama dengan vonis di tingkat pertama yaitu dalam waktu lima bulan.

Baca juga: Polusi Udara di Jakarta Disebut Tinggi Saat Dini Hari, Apa Penyebab dan Bagaimana Antisipasinya?

Sedangkan, hingga kini untuk agenda sidang putusan saja, sebut Ayu, telah ditunda sebanyak enam kali dengan alasan yang terkesan mengada-ada.

Beberapa alasan penundaan Sidang Putusan mulai dari para Tergugat yang lupa mengirim soft file kepada Majelis Hakim, adanya salah satu anak Hakim yang meninggal dunia, kemudian berturut-turut Ketua Majelis Hakim, Panitera dan juga Hakim Anggota yang terkena Covid-19.

Ayu mengatakan, pihaknya bukannya enggan bersimpati dengan beberapa keadaan duka, seperti yang diminta oleh Majelis Hakim.

“Tapi nyatanya, (waktu duka) cukup lama yaitu sampai 2 minggu. Padahal kalau PNS hanya dapat waktu duka empat hari," kata dia

Dengan demikian, keadaan yang terus menunda-nunda tersebut, dinilainya, pengadilan ini turut serta terlibat dalam melakukan pelanggaran hukum karena menghambat hak warga negara atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com