JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih memeriksa siapa staf Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI yang meminta uang ratusan juta rupiah ke warga terkait pembebasan lahan.
"Saat ini masih diperiksa teman-teman terkait, ke Distamhut. Mungkin dalam tiga hari sudah ada informasi lebih lanjut, progresnya seperti apa," kata Kepala Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah DKI Jakarta Andriansyah saat dihubungi, Jumat (21/10/2022) sore.
Andriansyah menambahkan, paling lambat, perkembangan aduan itu akan dilaporkan pada pekan depan.
"Mungkin Selasa (pekan depan). Kami masih menunggu laporan dari teman-teman Distamhut," ujar Andriansyah.
Diberitakan sebelumnya, salah satu warga bernama Martina Gunawan mengadu karena kliennya memiliki masalah sengketa lahan dengan Pemprov DKI. Ia mengadu ke posko layanan di Balai Kota DKI, Selasa (18/10/2022) pagi.
Adapun lahan tersebut berada di Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, tepatnya di depan Universitas Respati Indonesia.
"Kami mengajukan lahan ini untuk dibebaskan oleh Pemprov DKI Jakarta, mulai dari tahun 2016. Setelah dilihat zonasinya, lahan milik kami ini hijau, sehingga kami diberikan disposisi," kata Martina di Balai Kota DKI, Selasa pagi.
Martina mengaku, ia juga dimintai uang oleh petugas Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI guna mempercepat penyelesaian pembebasan lahan milik kliennya. Permintaan itu sejak 2019.
"Saya ditelpon, bukan saya yang mengajukan, oleh salah stafnya di dinas untuk hadir, untuk bikin komitmen," kata Martina.
Baca juga: 3 Hari Posko Pengaduan Balai Kota DKI Dibuka, Paling Banyak Aduan soal Bansos
"Saya disuruh datang ke dinas dan disediakan waktunya, ruangannya. Ada pejabatnya, transaksi berlangsung," ujar dia.
Namun, Martina tidak pernah memberikan uang sepeser pun.
Ia mengaku dimintai uang dengan jumlah bervariasi, mulai dari Rp 150 juta hingga 2,5 persen dari harga total tanah oleh salah satu petugas di unit pelaksana teknis (UPT) Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI.
"Nilainya variatif, Rp 150 juta sampai 2,5 persen, sampai lebih dari itu. Saya tidak mau bayar sepersen pun," kata Martina.
Martina berharap, laporannya itu ditindaklanjuti Pemerintah Kota Jakarta Timur dan Pemerintah Provinsi DKI.
"Saya sudah mengadu lebih dari 10 kali, baik ke gubernur yang lama, baik ke camat, wali kota, RT/RW, dan tidak ada sambutan untuk kami ke permasalahannya. Pengaduan udah dimulai tahun 2019," kata Martina.
"Kami merasa dilakukan tidak profesional, memihak, bertele-tele, dan ada permintaan uang di sini, yang terus terang kami sebagai warga biasa kami mengalami kebingungan," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.