BEKASI, KOMPAS.com - Kecamatan Pondok Gede akan terus memantau kisruh akses jalan ke rumah Ngadenin (63) yang tertutup sebuah hotel.
Camat Pondok Gede Zaenal Abidin Syah menuturkan, hasil rapat mediasi yang dihadiri pihak hotel dan Ngadenin sejauh ini belum menemukan titik temu.
Kedua belah pihak masih diminta untuk bernegosiasi ulang terkait harga jual rumah Ngadenin.
"Karena ini kan antara swasta dan perorangan, jadi kita tidak bisa terlalu jauh mengintervensi, itu kan butuh negosiasi kedua belah pihak," kata Zaenal saat ditemui di Kecamatan Pondok Gede, Rabu (12/7/2023).
Baca juga: Pihak Hotel Bantah Tutup Akses Jalan Rumah Ngadenin, Tapi Akui Tutup Pekarangan Rumahnya
Kecamatan Pondok Gede akan tetap memantau perkembangan negosiasi agar permasalahan tata ruang tersebut cepat selesai.
"Kalau hasil mediasi hari ini kami meminta kedua belah pihak bernegosiasi lagi, kami tetap memantau dari jauh," imbuh Zaenal.
Apabila tidak menemui kesepakatan juga, kata Zaenal, kisruh soal lahan ini bakal bisa sampai ke pengadilan.
"Pokoknya pantau terus sampai kedua belah pihak sepakat negosiasi ketemu. Andai tidak ketemu silakan selesaikan ke pengadilan," kata Zaenal.
Pihak hotel telah menawarkan sebanyak tiga kali pembebasan lahan di harga Rp 8 juta per meter. Namun ada penolakan dari Ngadenin.
"Kami minta (negosiasi) seoptimal mungkin kedua belah pihak saling legowo dan bersepakat," ujarnya.
Pihak hotel menawarkan harga pembebasan lahan kepada Ngadenin Rp 8 juta per meter berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) wilayah setempat.
"Tapi pihak Ngadenin belum sepakat. Beliau mintanya Rp 15 juta. Makanya dari pihak hotel untuk menarik tawaran itu akhirnya buntu, tidak terjadi kesepakatan harga," imbuh Devin keluarga pemilik hotel.
Baca juga: Klarifikasi Pihak Hotel yang Disebut Tutup Akses Jalan Rumah Ngadenin Lansia di Bekasi
Kini, terhitung sudah tiga tahun Ngadenin (63) dan istrinya Nur (55) kehilangan kenyamanan tinggal di rumah setelah akses jalan menuju rumahnya "dikurung" tembok hotel.
Akses satu-satunya bagi Ngadenin dan Nur untuk pulang ke rumah hanya melalui saluran air atau got penuh lumpur dan limbah tajam yang berisiko melukai kaki.
"Kurang lebih sudah 3 tahun. Sudah kelelahan kalau mau pulang. Got ini kalau menurut saya kan rawan, ada paku, dan beling, kawat nonjol begitu. Akhirnya saya memutuskan untuk tidur (tinggal) di warung," kata Ngadenin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.