Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efektivitas WFH ASN DKI Dipertanyakan, DLH: Itu Hal Kecil yang Diharapkan Berdampak

Kompas.com - 25/08/2023, 06:52 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mulai bekerja dari rumah atau work from home (WFH) per Senin (21/8/2023).

Namun, efektivitas kebijakan untuk mengurangi polusi dan kemacetan itu dipertanyakan. Sebab, Jakarta tetap macet dan kualitas udara masih buruk, meski sebagian ASN sudah WFH.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, kebijakan WFH bagi ASN bak parasetamol yang diharapkan bisa menurunkan tingkat polusi, tapi belum dapat menyelesaikan masalahnya.

"WFH itu juga bak parasetamol. Itu hal kecil yang kami harapkan dapat berdampak," kata Asep dalam konferensi pers secara daring, Kamis (24/8/2023).

Baca juga: Terapkan Hybrid Working, Pemkot Jaktim Wajibkan ASN yang WFH Kirim Foto 2 Jam Sekali

Asep mengungkapkan, banyak pihak yang menanyakan seberapa besar dampak kebijakan WFH bagi ASN DKI terhadap perbaikan kualitas udara di Jakarta.

Dia pun mengakui, kebijakan ini tak berdampak banyak karena jumlah ASN DKI kalah banyak dibandingkan ASN kementerian/lembaga dan karyawan swasta yang tidak WFH.

"Jadi penerapan WFH Jakarta itu baru 21 Agustus, Senin kemarin. Selasa itu banyak yang tanya sama saya dampak pengaruhnya apa terhadap kondisi udara," ungkap dia.

"Saya sampaikan bahwa Pemda DKI itu ASN-nya ada sekitar 57.000 ASN Pemprov DKI dan sekali lagi, WFH itu hanya berlaku bagi ASN-nya DKI. Memang dengan perbandingan ASN DKI dengan ASN kementerian/lembaga mungkin itu masih sangat kecil-lah," sambung Asep.

Baca juga: Heru Budi Minta ASN Tabung Tunjangan Transportasi Selama WFH untuk Beli Kendaraan Listrik

Selain itu, polusi Jakarta juga disebabkan oleh sejumlah faktor lain, tak hanya kendaraan yang digunakan ASN.

Itulah sebabnya, kualitas udara Jakarta belum membaik jika dicek di situs pemantau kualitas udara.

"Saya sampaikan bahwa kita tidak bisa dengan pemberlakuan WFH baru 1-2 hari, maka dicek IQAir-nya kok masih tinggi. Karena memang penyebab emisi itu tidak hanya transportasi. Ada sektor lainnya, yaitu sektor industri," jelas Asep.

"Dan yang berkurang itu pun mungkin hanya kendaraannya ASN DKI yang setiap hari ke kantor. Tapi untuk pegawai kementerian, lembaga, swasta kan memang tidak diberlakukan WFH ini," tambah dia.

Baca juga: Sederet Aturan Saat KTT ASEAN, dari WFH, Pembelajaran Jarak Jauh, sampai Penutupan Jalan

Maka itu, DLH mengimbau seluruh kementerian, lembaga, dan perusahaan swasta untuk mulai mengurangi jumlah pegawai yang bekerja dari kantor.

"Paling enggak dengan upaya kalau sehari berkurang 57.000 orang (ASN DKI yang WFH), ada 20-30 persennya. Ditambah dengan kementerian dan lembaga, kemudian ditambah lagi dengan sektor swasta, mudah-mudahan di Jakarta juga mobilitasnya semakin berkurang dan itu bisa mengurangi polusi yang ada di Jakarta," tutur Asep.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Megapolitan
Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Megapolitan
Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Megapolitan
Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Megapolitan
Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Megapolitan
Jukir Minimarket: Jangan Main Ditertibkan Saja, Dapur Orang Bagaimana?

Jukir Minimarket: Jangan Main Ditertibkan Saja, Dapur Orang Bagaimana?

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Turun Harga, Kini Dilelang Rp 700 Juta

Rubicon Mario Dandy Turun Harga, Kini Dilelang Rp 700 Juta

Megapolitan
Anggota Gangster yang Bacok Mahasiswa di Bogor Ditembak Polisi karena Melawan Saat Ditangkap

Anggota Gangster yang Bacok Mahasiswa di Bogor Ditembak Polisi karena Melawan Saat Ditangkap

Megapolitan
Warga Cilandak Tangkap Ular Sanca 4,5 Meter yang Bersembunyi di Saluran Air

Warga Cilandak Tangkap Ular Sanca 4,5 Meter yang Bersembunyi di Saluran Air

Megapolitan
Dijanjikan Diberi Pekerjaan Usai Ditertibkan, Jukir Minimarket: Jangan Sekadar Bicara, Buktikan!

Dijanjikan Diberi Pekerjaan Usai Ditertibkan, Jukir Minimarket: Jangan Sekadar Bicara, Buktikan!

Megapolitan
Soal Kecelakaan SMK Lingga Kencana, Pengamat Pendidikan : Kegiatan 'Study Tour' Harus Dihapus

Soal Kecelakaan SMK Lingga Kencana, Pengamat Pendidikan : Kegiatan "Study Tour" Harus Dihapus

Megapolitan
FA Nekat Bunuh Pamannya Sendiri di Pamulang karena Sakit Hati Sering Dimarahi

FA Nekat Bunuh Pamannya Sendiri di Pamulang karena Sakit Hati Sering Dimarahi

Megapolitan
Minta Penertiban Juru Parkir Liar Dilakukan secara Manusiawi, Heru Budi: Jangan Sampai Meresahkan Masyarakat

Minta Penertiban Juru Parkir Liar Dilakukan secara Manusiawi, Heru Budi: Jangan Sampai Meresahkan Masyarakat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com