Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Herannya YLKI dengan PLN, Baru Tindak Warga Cengkareng yang Pakai kWh Meter Segel Palsu sejak 2016

Kompas.com - 17/10/2023, 12:14 WIB
Abdul Haris Maulana

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat bicara terkait warga Cengkareng berinisial AS (66) yang didenda Rp 33 juta oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Seperti diketahui, AS didenda Rp 33 juta oleh PLN karena ia diduga menggunakan kilowatt per hour (kWh) meter atau meteran listrik dengan segel palsu.

Terkait hal tersebut, YLKI merasa heran dengan langkah PLN yang begitu lambat melakukan penindakan.

Pasalnya, AS diduga telah menggunakan kWh meter dengan segel palsu sejak 2016, tetapi PLN baru menindaknya pada Agustus 2023.

Baca juga: Warga Cengkareng Didenda PLN Terkait Meteran Listrik, YLKI: Kenapa Baru Dibuktikan 2023 Saat Denda Menumpuk?

Pertanyakan alasan PLN baru lakukan penindakan

Kabid Pengaduan YLKI, Rio Priambodo mempertanyakan alasan PLN yang baru melakukan penindakan pada tahun ini sementara AS diduga telah melakukan pelanggaran pada 2016.

"Nah, ini jadi pertanyaan besar kenapa ini harus dibuktikan di tahun 2023, sehingga kita harus kilas balik ke tujuh tahun ke belakang," kata Rio kepada Kompas.com dalam sambungan Zoom meeting, dikutip Selasa (17/10/2023).

Rio beranggapan, dugaan praktik pelanggaran itu saat ini menjadi sulit untuk dibuktikan.

Hal itu pada akhirnya hanya akan berujung pada perdebatan yang tak pernah selesai.

"Kenapa dibuktikan dalam beberapa tahun kemudian? Sehingga dendanya sudah begitu menumpuk dan waktunya juga begitu lama, baru dibuktikan dan konsumen juga kena denda. Akhirnya kan ini jadi debat kusir," kata Rio.

Minta PLN transparan membuktikan

Baca juga: Warga Cengkareng Dituduh Ganti Meteran Listrik, YLKI Minta PLN Buktikan secara Transparan

Usai permasalahan yang terjadi menjadi ramai diperbincangkan, Rio meminta PLN mau membuktikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh AS digelar secara transparan.

"Soal pembuktian, soal pengambilan sampel dan sebagainya. Ini harus dilakukan dengan transparan sehingga konsumen dapat informasi yang jelas, benar, dan jujur," kata Rio.

"Sebenarnya apa yang terjadi, dari proses pengecekan sampel meteran itu juga harus disaksikan oleh konsumen atau pihak ketiga dan hasilnya juga harus disaksikan juga oleh konsumen dan pihak ketiga," imbuh dia.

Pembuktian secara transparan, kata Rio, diperlukan karena kasus yang dialami oleh AS bukan pertama kalinya terjadi.

Selain transparan, pembuktian dengan tim independen juga diperlukan agar PLN bisa tahu apakah yang dituduhkan kepada AS memang murni pelanggaran atau tuduhan tidak berdasar.

"Pembuktian dan sebagainya ini harus dilakukan oleh tim independen. Di luar oleh PLN sebagai pihak yang bersengketa atau dari lab-lab yang independen, dari konsumen, atau dari PLN yang ditunjuk, sehingga tidam menimbulkan penafsiran, 'Wah ini diatur dan sebagainya'. Nah itu jangan sampai terjadi," jelas Rio

Penjelasan PLN

Baca juga: Alasan PLN Baru Tindak Warga Cengkareng yang Pakai Kwh Meter Segel Palsu Sejak 2016

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Megapolitan
Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Megapolitan
Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com