JAKARTA, KOMPAS.com - Di sela-sela keramaian pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Menteng, Jakarta Pusat, seorang pemuda bernama Hasanudin (20) ikut sibuk memerhatikan lalu-lalang orang di balik gerobak lontong sayurnya.
Siang itu, Rabu (25/10/2023), matahari begitu terik dan panasnya menyengat hingga ke kulit. Wajah Hasanudin tampak letih, sedangkan kantong matanya tercetak di wajah.
“Bang, satu berapa?” tanya seorang pembeli, menghampiri Hasanudin.
“Rp 13.000 satu porsi, pakai telor, pak,” jawab Hasanudin.
Nadanya ramah, bahkan antusias. Senyumannya tak kalah hangat dari kuah lontong sayur yang mengepul di panci gerobaknya.
Baca juga: Cerita Warga Terdampak Kebakaran TPA Rawa Kucing, Terpaksa Berdagang meski Rumah Diselimuti Asap
Setelah sang pembeli memesan dua porsi lontong sayur, dengan sigap pemuda bertubuh kurus itu bekerja. Tangannya dengan cekatan memotong-motong lontong dan telur. Lalu, menyiramnya dengan kuah santan berwarna kuning yang khas.
Usai Hasanudin menghidangkan pesanan, saya lantas menghampiri pria yang katanya lebih akrab dipanggil Can.
Awalnya, Hasanudin bercerita tentang harga bahan baku yang melonjak di pasar. Dari yang semula Rp 14.000-15.000, kini melambung hingga Rp 18.000.
Selain itu, bosnya juga meningkatkan setoran harian, dari Rp 13.000 menjadi Rp 15.000.
Namun, Can mengaku tidak akan menaikkan harga jualannya.
Baca juga: Cerita Johan Sopir Bajaj Jago Bahasa Inggris, Belajar Otodidak dan Modal Nekat
“Yah, samain saja lah seporsi Rp 13.000 pakai telor. Kalau aku sih nyarinya langganan, bukan nyari uang. Yang penting banyak langganan,” kata Can sambil menyeringai lebar.
Bagi sesama pedagang yang mau makan lontong sayur, Can menyiapkan harga khusus, cukup Rp 10.000 saja untuk seporsi lontong sayur yang lengkap dengan telur.
Ketika ditanya apakah dia rugi, Can menggeleng.
“Enggak masalah. Kata yang lain, ‘Emang enggak rugi?’. Ya kalau rugi biar aku yang nanggung. Yang penting kamu (teman pedagang) kenyang,” jawab pemuda asal Majalengka, Jawa Barat itu sambil terkekeh.
Meski hanya lulusan SMP, Can memiliki tutur kata dan cara pemikiran yang lebih dewasa dari teman sebayanya. Dia mengaku mendapatkan cara berpikir seperti itu dari sang nenek yang mengurusnya sejak kecil.