JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2024 sebesar Rp 5.067.381 dari yang sebelumnya Rp 4.901.798.
Mengenai kenaikan upah tersebut, beberapa warga Ibu Kota memberi tanggapan berbeda, ada yang keberatan dan ada yang menerima.
Seorang karyawan swasta bernama Egi Randis (27) menilai UMP DKI Jakarta 2024 tetap tidak akan mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Baca juga: Warga Nilai Kenaikan UMP DKI 2024 Tak Akan Cukup untuk Penuhi Kebutuhan Sehari-hari
Untuk itu, dia meminta Pemprov DKI Jakarta melihat realita kehidupan di masyarakat sebelum menetapkan UMP.
“Iya begitu, sebaiknya dilihat dulu realita masyarakat bagaimana,” kata Egi kepada Kompas.com, Rabu (22/11/2023).
Egi mencontohkan, biaya untuk mengontrak di wilayah Jakarta saat ini tidaklah murah. Karena itu, ia menyayangkan kenaikan UMP yang hanya sebesar Rp 165.583.
“Enggak apa-apa naik segitu (Rp 5.067.381), asal kontrakan murah. Kalau sekarang masih cari-cari dan sudah tanya-tanya. Daerah Kemayoran saja Rp 16 juta per tahun. Kayak mau beli motor Vario setiap tahun,” ucap Egi.
Selain rumah kontrakan per tahun, Egi juga mencontohkan dengan kondisi harga pangan di pasar-pasar DKI Jakarta.
“Naik cuma Rp 100.000 tapi harga pangan naik juga sama saja bohong,” kata Egi.
“Kalau UMP naik segitu, terus cabai dan beras ikut naik bagaimana? Makin mencekik saja hidup di Ibu Kota,” ucapnya lagi.
Baca juga: UMP DKI Rp 5,06 Juta, Warga: Naik Cuma Rp 100.000-an tapi Harga Pangan Mahal, Sama Saja Bohong
Sebagai karyawan yang gajinya hanya sedikit di atas UMP 2023, Egi mengaku tak bisa membeli rumah dengan tenor lebih pendek, meskipun saat ini ia memiliki pekerjaan sampingan.
Gaji utama dan penghasilan tambahan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
“Bisa saja (beli rumah), tapi bayarnya pas malam Lailatul Qodar, biar 1.000 bulan. Intinya, enggak bisa beli rumah di Jakarta kalau UMP Rp 5 juta,” tutur Egi, berkelakar.
“Ya mungkin bisa beli rumah di pinggir Jakarta, tapi cicilannya cukup lama,” imbuh ayah satu anak itu.
Senada dengan Egi, Andiyat (36), petugas penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP), mengeluhkan kenaikan UMP DKI Jakarta 2024. Sebab, jumlah kenaikannya lebih rendah dibandingkan UMP 2023.