Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahu Risiko Tinggi, Surahman Mendaki "Gunung Sampah" di Bantargebang demi Limbah Plastik Kresek

Kompas.com - 06/03/2024, 10:33 WIB
Firda Janati,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Surahman (35) sudah mengetahui risiko menjadi pemulung yang mencari limbah di atas "gunung sampah" tempat pengelolaan sampan terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi.

Tak punya pilihan lain, Surahman harus bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhan empat anggota keluarga dengan mencari limbah plastik kresek.

"Ya memang risikonya berat, apalagi sekarang hampir sama dengan gedung-gedung tinggi di Jakarta, ini 80 meter ketinggian," kata Surahman saat berbincang dengan Kompas.com di TPST Bantargebang, Selasa (5/3/2024).

Sangking tingginya "gunung sampah" itu, Surahman sudah merasa lelah ketika sampai di atas. Padahal, karungnya juga belum terisi.

Baca juga: Kisah Surahman, 10 Tahun Jadi Pemulung di TPST Bantargebang sampai Penglihatan Rabun

"Iya nyarinya (limbah plastik kresek) di sana (di atas). Saya belum kerja sudah capek duluan, habis naik gunung," ujar dia.

Kata Surahman, gundukan sampah itu bisa saja longsor tiba-tiba. Belum lagi keberadaan alat berat di lokasi yang dapat mengancam nyawa.

"Suka dukanya ya kalau longsor gitu ya kadang longsor, kalau kita ceroboh itu bisa kena alat berat itu, banyak saudara-saudara (pemulung lain) yang cacat fisik bahkan ada yang meninggal karena alat berat," tuturnya.

Surahman menuturkan, ribuan pemulung di Bantargebang tidak diberikan alat pelindung diri. Karena itu, perlunya kewaspadaan diri.

Baca juga: Perjuangan Surahman Jadi Pemulung di Bantargebang, Cari Limbah Kresek demi Rp 300 Per Kilo

"Makanya kita antisipasi jangan sampai kena alat namanya musibah kan kita enggak tahu," kata dia.

Mengesampingkan risiko demi mengais limbah plastik kresek seharga Rp 300 per kilo sudah dilakukan Surahman selama hampir 10 tahun.

"Iya enggak sebanding, ya kita jalani saja dengan senang hati, enggak pernah ngeluh walau saya pemulung," imbuhnya.

Pendapat Surahman sebagai pemulung tidak menentu. Dalam sebulan, terkadang ia mengumpulkan penghasilan kotor Rp 3 juta.

"Enggak tentu, kadang Rp 3 juta, tergantung kitanya gimana kerjanya. Tapi itu (pendapatan) kotor, bersihnya paling Rp 1 juta, Rp 800.000," ucapnya.

Surahman mengatakan, di zaman yang serba mahal ini, uang Rp 1 juta itu rasanya tidak cukup memenuhi kebutuhan empat anggota keluarga.

Karena itu, Surahman juga menyambi kerja serabutan. Dia menerima pekerjaan jika ada yang ingin menggunakan jasanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com