BEKASI, KOMPAS.com - Surahman (35) sudah mengetahui risiko menjadi pemulung yang mencari limbah di atas "gunung sampah" tempat pengelolaan sampan terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi.
Tak punya pilihan lain, Surahman harus bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhan empat anggota keluarga dengan mencari limbah plastik kresek.
"Ya memang risikonya berat, apalagi sekarang hampir sama dengan gedung-gedung tinggi di Jakarta, ini 80 meter ketinggian," kata Surahman saat berbincang dengan Kompas.com di TPST Bantargebang, Selasa (5/3/2024).
Sangking tingginya "gunung sampah" itu, Surahman sudah merasa lelah ketika sampai di atas. Padahal, karungnya juga belum terisi.
Baca juga: Kisah Surahman, 10 Tahun Jadi Pemulung di TPST Bantargebang sampai Penglihatan Rabun
"Iya nyarinya (limbah plastik kresek) di sana (di atas). Saya belum kerja sudah capek duluan, habis naik gunung," ujar dia.
Kata Surahman, gundukan sampah itu bisa saja longsor tiba-tiba. Belum lagi keberadaan alat berat di lokasi yang dapat mengancam nyawa.
"Suka dukanya ya kalau longsor gitu ya kadang longsor, kalau kita ceroboh itu bisa kena alat berat itu, banyak saudara-saudara (pemulung lain) yang cacat fisik bahkan ada yang meninggal karena alat berat," tuturnya.
Surahman menuturkan, ribuan pemulung di Bantargebang tidak diberikan alat pelindung diri. Karena itu, perlunya kewaspadaan diri.
Baca juga: Perjuangan Surahman Jadi Pemulung di Bantargebang, Cari Limbah Kresek demi Rp 300 Per Kilo
"Makanya kita antisipasi jangan sampai kena alat namanya musibah kan kita enggak tahu," kata dia.
Mengesampingkan risiko demi mengais limbah plastik kresek seharga Rp 300 per kilo sudah dilakukan Surahman selama hampir 10 tahun.
"Iya enggak sebanding, ya kita jalani saja dengan senang hati, enggak pernah ngeluh walau saya pemulung," imbuhnya.
Pendapat Surahman sebagai pemulung tidak menentu. Dalam sebulan, terkadang ia mengumpulkan penghasilan kotor Rp 3 juta.
"Enggak tentu, kadang Rp 3 juta, tergantung kitanya gimana kerjanya. Tapi itu (pendapatan) kotor, bersihnya paling Rp 1 juta, Rp 800.000," ucapnya.
Surahman mengatakan, di zaman yang serba mahal ini, uang Rp 1 juta itu rasanya tidak cukup memenuhi kebutuhan empat anggota keluarga.
Karena itu, Surahman juga menyambi kerja serabutan. Dia menerima pekerjaan jika ada yang ingin menggunakan jasanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.