JAKARTA, KOMPAS.com- Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes (Pol) Gidion Arif Setyawan mengatakan, penyebab utama tewasnya Putu Satria Ananta Rastika (19), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, bukanlah pemukulan.
“Ternyata yang menyebabkan hilangnya nyawa korban yang paling utama adalah ketika dilaksanakan upaya-upaya yang menurut tersangka (TRS) merupakan penyelamatan,” ujar Gidion di kantornya, Sabtu (4/5/2024).
Gidion mengungkapkan, usai melakukan pemukulan, pelaku berinisial TRS, yang merupakan senior Putu di STIP, menutup jalur pernapasan korban.
Tindakan itu diklaim TRS untuk menyelamatkan korban. Namun, yang terjadi, korban justru tidak bisa menghirup oksigen dan kehabisan napas.
“Menurut tersangka nih ya, dia memasukkan tangan di mulut (korban) untuk menarik lidah korban. Tapi, itu justru yang menutup saluran (pernapasan) dan korban meninggal dunia,” tutur Gidion.
Baca juga: Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta
Lebih lanjut, Gidion membenarkan bahwa tersangka melepaskan lima pukulan dengan tangan kosong ke tubuh korban. TRS disebut memukul Putu berulang kali tepat di ulu hati.
“Dipukul tepat di ulu hati dan menyebabkan korban tak sadarkan diri,” ungkap dia.
Adapun TRS kini telah ditetapkan sebagai tersangka tunggal dalam kasus kematian Putu. Tersangka dijerat dengan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Diberitakan sebelumnya, taruna tingkat 1 STIP Jakarta bernama Putu Satria Ananta Rastika dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (3/5/2024). Putu diduga tewas akibat dianiaya seniornya, T (21).
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Hadi Saputra Siagian mengatakan, penganiayaan terjadi di sebuah toilet yang berada di lantai dua gedung STIP Jakarta.
Saat itu, Putu disebut baru saja mengecek sejumlah kelas usai kegiatan jalan santai bersama beberapa rekannya.
“Setelah memastikan tak ada orang di dalam kelas, mereka (korban dan temannya) dipanggil oleh T. T mempertanyakan korban kenapa mengenakan baju olahraga saat ke gedung pendidikan,” kata Hadi dalam keterangannya.
Pelaku lantas membawa Putu dan empat temannya ke kamar mandi. Kelimanya diminta berbaris, tanpa tahu tujuan pelaku.
“Setelah berbasis, T langsung melepaskan pukulan dengan tangan kosong kepada korban (Putu) ke arah ulu hati,” tutur Hadi.
Setelah dipukul sebanyak lima kali, Putu langsung lemas dan terkapar. Pelaku lantas meminta empat teman Putu pergi dan korban dibawa ke klinik yang berada di lingkungan STIP.
Sesampainya di klinik, korban disebut sudah tak bernyawa. Pasalnya, sudah tidak ada nadi yang berdenyut di tubuh korban ketika dilakukan pemeriksaan.
"Pada saat diperiksa oleh klinik sekolah setempat, sudah dalam kondisi tidak bernadi. Nadinya sudah berhenti, dan mungkin sudah bagian dari tanda-tanda hilang nyawa," ucap Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes (Pol) Gidion Arif Setyawan.
Baca juga: Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.