JAKARTA, KOMPAS.com - Gelombang penolakan terhadap rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI merevisi Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran semakin menguat.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan 12 organisasi pers serta lembaga pers mahasiswa menyatukan kekuatan untuk berunjuk rasa di depan gedung DPR RI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
Sejumlah organisasi pers yang turut dalam aksi demonstrasi, antara lain, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta Raya; Pewarta Foto Indonesia (PFI); Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi (SINDIKASI); dan LBH Pers Jakarta.
Sementara itu, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang ikut turun ke jalan yakni LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; LPM Progress Universitas Indraprasta PGRI; LPM KETIK PoliMedia Kreatif Jakarta; LPM Parmagz Paramadina; LPM SUMA Universitas Indonesia; LPM Didaktika Universitas Negeri Jakarta; LPM ASPIRASI-UPN Veteran Mata IBN Institute Bisnis Nusantara; LPM Media Publica; dan LPM Unsika.
Meski dikawal oleh ratusan personel TNI dan Polri, massa yang berkumpul sejak pukul 09.42 WIB terus meneriakkan yel-yel, menyerukan penolakan revisi UU Penyiaran.
Bermodalkan dua spanduk bertuliskan “Tolak Revisi UU Penyiaran” dan “Dukung Kebebasan Pers, Tolak Revisi UU Penyiaran”, massa melawan panasnya terik matahari Jakarta.
Baca juga: Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI: Ini Skenario Besar Pelemahan Demokrasi
Sejumlah pamflet bertuliskan kalimat penolakan terhadap revisi UU Penyiaran diangkat tinggi-tinggi. Beberapa di antaranya sengaja diletakkan di depan gedung DPR sebagai pengingat bahwa jurnalis akan terus bersuara.
Pamflet beraneka warna itu juga dipenuhi beragam tulisan dan jargon. Beberapa di antaranya, “Stop Kriminalisasi Jurnalis! Pers Merdeka, Rakyat Berdaya”, “Suara Kami Tidak Akan Bisa Dibungkam”, dan “Pers Bukan Papan Iklan, Bebasin Dong”.
Dalam orasi yang disampaikan secara bergantian oleh sejumlah ketua dan perwakilan lembaga pers yang hadir, gabungan organisasi ini menyebutkan ada lima poin penolakan dalam aksi unjuk rasa mereka.
Pertama, rencana revisi UU Penyiaran dinilai mengancam kebebasan pers. Sejumlah pasal yang tengah dibahas dinilai memberikan kewenangan berlebih kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media.
“Hal ini dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan,” ucap perwakilan AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, melalui keterangan resminya.
Upaya pembungkaman pers dinilai termuat dalam draf RUU Penyiaran Pasal 8A huruf q, Pasal 50B huruf c, dan Pasal 42 ayat 2.
Sejumlah orator menyampaikan, revisi UU Penyiaran tidak hanya membatasi ruang gerak pers atau media, tapi juga berpotensi mengekang kebebasan warga negara lainnya.
Baca juga: Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI Tegaskan Jurnalisme Investigatif Tak Berdampak Buruk
Selain itu, revisi UU Penyiaran juga dinilai berpotensi memudahkan proses kriminalisasi terhadap jurnalis, terutama mereka yang beritanya dinilai kontroversial.
“Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf Pasal 51E,” tegas Irsyan.