Bahkan, ia meminta BPK untuk membuka pihak satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI mana yang mempersulit langkah BPK mengaudit anggaran tersebut.
"Keuangan DKI kami buka semuanya, di mana kesulitannya? Kalau gitu BPK, Anda kasih tahu saya dong pihak mana yang persulit Anda. Saya pecat sekarang juga," kata Basuki, di Balai Kota, Kamis (8/7/2015).
Bahkan, lanjut Basuki, pihaknya telah menempatkan dua pejabat BPK untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) DKI. Mereka bekerja di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI.
Basuki memberi tugas mereka untuk membereskan penyusunan laporan keuangan melalui sistem akrual basis. Nantinya semua transaksi yang ada di lingkungan Pemprov DKI Jakarta akan dikunci seperti sistem yang ada di perbankan.
Untuk menerapkan sistem tersebut, Basuki mengaku memerlukan bantuan dari dua pegawai BPK tersebut. "Tahu enggak, saya sampai bilang, 'Gimana bisa penuhin maunya BPK?' Ya sudah, saya minta tolong orang BPK pindah ke sini deh jadi PNS DKI dan mereka semua bekerja membereskan sistem keuangan di BPKAD," kata Basuki.
Sebelumnya juru bicara BPK Yudi Ramdan mengatakan, adanya unsur kecurangan terhadap belanja operasional dan belanja modal di 48 paket yang berjumlah Rp 211,34 miliar dari total Rp 214 miliar.
Kecurigaan itu muncul karena BPK tidak bisa menelusuri rincian pengeluaran yang digunakan Basuki dan jajarannya. Lemahnya kontrol dan laporan Pemprov DKI dalam mengendalikan pengeluaran itu menjadi salah satu alasan BPK memberi rapor wajar dengan pengecualian (WDP) pada laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2014.
"Belanja modal dan operasi itu masih ada kelemahannya dalam sistem pengendalian. Kami sebut ini pemborosan karena ada dokumen yang tidak lengkap, modusnya kurang lebih seperti itu," ucap Yudi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.