JAKARTA, KOMPAS.com — Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab mengungkapkan, ada suatu kondisi ketika umat Islam boleh memilih pemimpin non-Muslim. Pernyataan Rizieq itu untuk menjawab pertanyaan salah seorang anggota majelis hakim yang menanyakan mengenai makna "auliya" dalam surat Al-Maidah ayat 51.
Rizieq merupakan saksi ahli agama dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama.
"Dalam keadaan apa pun, umat Islam tidak boleh memilih pemimpin non-Muslim, kecuali darurat," kata Rizieq, saksi ahli agama dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2/2017).
Rizieq mencontohkan kondisi tersebut seperti di Amerika Serikat, di mana mayoritas warganya merupakan warga non-Muslim. Keadaan ini, lanjut dia, tidak berlaku di Indonesia. Sebab, mayoritas warganya merupakan pemeluk agama Islam.
"Misalnya seseorang tinggal di negara non-Muslim, seperti di Amerika, dia harus pilih pemimpin non-Muslim yang bisa memberikan kebaikan untuk umat Muslim. Kalau ini (di Indonesia) bukan konteks darurat," kata Rizieq. (Baca: Pertama Kali Bertemu, Ahok dan Rizieq Tak Bersalaman)
Pada kesempatan itu, Rizieq menjelaskan makna auliya pada surat Al-Maidah ayat 51. Menurut Rizieq, auliya merupakan bentuk jamak dari kata dasar "wali".
Kata tersebut memiliki beragam arti, seperti teman setia, orang yang dapat dipercaya, penolong, pelindung, dan pemimpin.
Namun, dalam tafsir, kata auliya atau wali tersebut memiliki makna hukum yang sama, yakni larangan memilih kafir sebagai pemimpin.
"Dalam tafsir ada yang memaknai berbeda. Tafsir salaf dan khalaf apakah itu diartikan teman setia, penolong, pelindung, atau pemimpin, diartikan bahwa ayat tersebut sah larangan memilih orang kafir menjadi pemimpin," kata Rizieq. (Baca: Tak Ada Senyum di Wajah Ahok Saat Dengarkan Kesaksian Rizieq...)
Menurut Rizieq, untuk menafsirkan ayat suci Al Quran tidak dapat hanya melalui terjemahan saja. Ada hukum di dalamnya yang mengatur hal tersebut.