Salin Artikel

Saat Penggusuran Kembali Mengemuka di Jakarta...

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggusuran belakangan menjadi isu yang ramai diperbincangkan seiring pergantian pemimpin di Jakarta.

Di masa Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta, kata penggusuran hampir tak pernah disebut. Sebabnya, Anies berjanji tak akan menggusur warga khususnya yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung saat kampanye Pilkada DKI 2017.

Kini, istilah penggusuran kembali mengemuka setelah Anies lengser dan digantikan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono. Istilah penggusuran kembali terdengar seiring dengan normalisasi Kali Ciliwung menjadi program prioritas Heru untuk mengatasi banjir Jakarta.

Penggusuran memang menjadi momok bagi warga yang terdampak. Mereka takut kehilangan tempat berdiam yang telah mereka tinggali selama puluhan tahun.

Mereka juga takut kehilangan mata pencaharian yang selama ini mereka peroleh di tempat tinggal mereka di bantaran Kali Ciliwung. Karena itu, tak jarang mereka berpikir lebih baik tinggal di bantaran kali lalu kebanjiran, daripada harus kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan.

Kisah manis penggusuran

Kendati demikian penggusuran tak sepenuhnya meninggalkan kisah duka dan rasa takut yang selalu membayangi. Sebagian warga justru menemukan asa baru setelah digusur dan direlokasi dari bantaran kali. Selain terbebas dari banjir, mereka juga terbebas dari rasa takut akan kehilangan sumber penghidupan.

Hal itu dialami oleh Warga Rusun Pulogebang bernama Eni dan Ayu. Mereka adalah eks warga bantaran Kalijodo yang digusur dan direlokasi ke Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa) Pulogebang.

Mereka mulanya merasa ragu untuk direlokasi. Namun saat tiba di Rusunawa Pulogebang, berbagai tawaran pelatihan kerja bermunculan. Keduanya pun tak menyia-nyiakan kesempatan yang tak datang dua kali itu. Mereka lantas memilih batik tulis sebagai ladang berkarya.

Pilihan itu bukan tanpa alasan. Sejak 2018, pesanan batik terus menghampiri. Berbeda dengan pelatihan keterampilan lain yang sepi dari akses pasar.

Pesanan yang datang kebanyakan berupa kain panjang. Tetapi tak jarang pula berupa masker, tempat sendok atau aksesoris lain.

"Tapi mendingan kerjain kain dua meter. Lebih semangat. Capeknya sekalian, hasilnya ketahuan, duitnya juga ketahuan," ujar Ayu seraya tertawa.

Eni kemudian menimpali, "kalau kayak masker gini, palingan (gajinya) bisa buat beli mie ayam seorang. Kalau yang dua meter bisa buat beli mie ayam 10 orang lebih”. Keduanya terkekeh.

Pantas saja Eni dan Ayu lebih memilih mengerjakan kain panjang. Pasalnya, bila perajin mengerjakan satu kain berukuran besar dengan motif satu warna, bayarannya Rp 300.000. Bila motifnya terdiri dari dua warna, ongkos kerja bisa mencapai Rp 600.000 per orang.

Para perajin semakin lega lantaran seluruh modal, mulai dari kain, canting, hingga cairan tekstil warna dan desain, sudah disediakan oleh pihak swasta yang menyelenggarakan pelatihan itu, yakni Jkt Creative.

Berkat Jkt Creative pula, kain hasil para perajin bisa tembus ke pasar internasional. Ayu bercerita, kain batik tulisnya pernah diboyong hingga ke Jepang, negara yang ia tidak tahu letak pastinya di peta.

"Waktu tahu sudah dibawa ke Jepang, saya bilang dalam hati, jauh amat ya. Saya saja belum ke Jepang," ucap Ayu.

Pernah juga mereka lembur membuat kain batik untuk instalasi raksasa di Mal Central Park pada tahun 2020.

Seluruh pengalaman itu membanggakan, dan yang terpenting menghasilkan, sehingga mampu mengusir kekhawatiran mereka ihwal kehilangan sumber penghidupan.

Warga siap digusur, asalkan...

Adapun kini sejumlah warga yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung sudah merasa bosan kebanjiran. Mereka pun merasa tak punya pilihan lain dan setuju bila harus digusur dan direlokasi ke Rusunawa.

Salah satu warga yang tempat tinggalnya akan digusur, Irma (38), juga mengaku siap dipindahkan ke rumah susun sewa (rusunawa).

"Ya, kalau saya sih pasrah. Digusur ya silakan. Penginnya juga sih begitu (pindah ke rusunawa)," ujar warga Kebon Pala, tanah Rendah, Kampung Melayu, Jakarta Timur itu saat ditemui Kompas.com di kediamannya (10/11/2022). 

Menurut Irma, dipindahkan ke Rusunawa bakal menjadi pilihan terbaik bagi warga yang tempat tinggalnya tergusur. Tetapi akan ada kekhawatiran baru yang bakal mereka hadapi.

"Rasa khawatir (untuk pindah) ya ada, tapi daripada enggak ada tempat sama sekali. Mau ngontrak mahal banget. Memang sih di rusun bayar, tapi kan katanya lebih murah," tutur Irma.

Tak jauh berbeda dengan Irma, seorang warga bernama Rudy (54) juga mengungkapkan hal yang sama. Pria yang rumahnya berada tepat di bantaran kali tersebut berujar bahwa ia siap mengikuti arahan pemerintah.

Di satu sisi Rudy khawatir, apabila dipindahkan ke rusunawa nanti dia malah kesulitan membayar sewa.

"Ya, yang bayar itu. Kayak ngontrak, gitu. Kalau rusun, untuk sementara waktu dikasih gratis biaya 3 bulan enggak bayar. Tapi ke sananya bayar, paling itu," kata dia.

Karena itu Rudy berharap warga mendapatkan kompensasi atas penggusuran rumah yang selama ini mereka huni di Tanah Rendah.

"Yang penting, kita dikasih tempat tinggal dan kompensasi," ujar Rudi.

(Penulis: Joy Andre | Editor: Irfan Maulana)

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/11/06000031/saat-penggusuran-kembali-mengemuka-di-jakarta-

Terkini Lainnya

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Kebakaran di Gedung Graha CIMB Niaga, Api Berasal dari Poliklinik di Lantai Basement

Megapolitan
Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Melihat Kondisi Hunian Sementara Warga Eks Kampung Bayam yang Disoroti Anies

Megapolitan
Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Besok

Megapolitan
Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Basement Gedung Graha CIMB Niaga di Jalan Sudirman Kebakaran

Megapolitan
Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Akhir Hayat Lansia Sebatang Kara di Pejaten, Tewas Terbakar di Dalam Gubuk Reyot Tanpa Listrik dan Air...

Megapolitan
Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Anies Kembali Ikut Pilkada Jakarta, Warga Kampung Bayam: Buatlah Kami Sejahtera Lagi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke