Ia menjelaskan, penertiban lapak tambal ban ini sekaligus untuk membuktikan keterkaitan dengan para penyebar ranjau paku. ”Kelak akan terlihat setelah tidak ada tambal ban, apakah tetap akan ada ranjau paku,” ujarnya.
Rikwanto menghargai kepedulian beberapa komunitas penyapu ranjau selama ini. Namun, kerja sukarela mereka seperti berlomba dengan para penebar paku. Subuh dibersihkan, sore hari sudah ada lagi ranjau paku.
Rikwanto menambahkan, selama ini polisi kesulitan menjerat penyebar paku dengan sanksi berat. Pasalnya, selama ini tidak ada korban yang melapor sehingga pelaku hanya bisa dijerat dengan tindak pidana ringan.
”Misalnya, kemarin, warga menangkap penyebar paku berinisial BJ yang sudah dua kali tertangkap menyebar ranjau, warga memukuli dan membakar motornya. Tetapi, karena tidak ada laporan korbannya, pelaku hanya bisa dijerat dengan tindak pidana ringan,” ujarnya.
Ia mengimbau agar warga yang merasa menjadi korban ranjau paku melapor sehingga bisa menindak pelaku dengan hukuman lebih berat. ”Kalau ada yang melapor, bisa dijerat dengan perusakan atau pemerasan karena setelah kena paku biasanya diperas saat menambal ban,” kata Rikwanto.
Menurut Agus dari Humas Saber, menindak para penebar ranjau paku itu memang sulit karena tak mudah menemukan penebar paku. Namun, pada tahun 2013, seorang penebar paku di Jakarta Barat ditangkap setelah seorang pengendara motor menjadi korban. Penebar paku itu tak lain adalah penyedia jasa tambal ban di Jalan Daan Mogot. (JOS/RAY/RTS/MDN/RWN)