Menurut Basuki, tidak ada peraturan yang memuat sanksi untuk menjerat pengembang yang tidak memenuhi kewajiban fasos fasumnya.
"Masalah besar itu, dan tidak ada dasar hukumnya juga (untuk mengenakan sanksi). Bagaimana mau nagihnya, bagaimana cara nangkapnya. Makanya lebih enak jadi presiden kan, sebelum keduluan mereka jadi presiden. Kalau dia jadi presiden susah nagih lagi lho," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Jumat (9/5/2014).
Karena itulah, Basuki menjelaskan, satu-satunya cara yang bisa digunakan Pemprov DKI adalah dengan tidak memberikan izin bagi pengembang yang belum memenuhi kewajiban fasos fasumnya.
Kalau ingin mendapatkan izin, kata dia, maka perusahaan tersebut harus bisa membayar tunggakan kewajiban fasos fasum di proyek sebelumnya.
"Kalau dari grup yang sama mengajukan izin, kita stop. Sudah berjalan itu. Makanya pengusaha pada teriak-teriak kita dibilang menghambat pembangunan. Kita memang tidak bisa memuaskan semua orang. Memangnya kita bahan pemuas," ujar mantan anggota Komisi II DPR RI itu.
Lebih lanjut, Basuki berujar, perusahaan-perusahaan pengembang properti yang kebanyakan menunggak fasos dan fasum adalah perusahaan besar. Sebab, kata Basuki, semakin besar perusahaan, semakin besar pula utang yang dimiliki.
"Tapi Agung Sedayu dan Agung Podomoro yang mulai bayar. Mereka bangunin kita rusun di Muara Baru dan Daan Mogot. (Sterilisasi) jalan inspeksi juga mau mereka yang kerjain," ucap pria yang akrab disapa Ahok itu.
Berdasarkan data dari Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, dari 2000 surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) yang dikeluarkan pada 2013, baru 14 persen yang telah memenuhi fasos fasumnya hingga saat ini. Kewajiban untuk memenuhi fasos fasum memang harus dipenuhi pengembang yang sudah diberi izin untuk membangun properti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.