Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Bayar Sewa, Penyedia Suku Cadang Sawah Besar Pasrah bila Digusur

Kompas.com - 25/08/2014, 07:43 WIB
Adysta Pravitra Restu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa penyedia suku cadang di bawah jalan layang kereta api di Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, mengaku pasrah akan ada penggusuran lahan di lokasi tersebut.

Mereka meyakini berdirinya usaha di atas lahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) itu sesuai dengan biaya sewa yang dibayarkan tiap tahunnya.

Seorang penyedia jasa bubut bernama Yono (37) mengaku kerap mendengar pembicaraan akan ada penggusuran di lokasi tersebut. Ia pun sering membincangkan hal itu kepada sesama penyewa toko.

"Sudah ada dari kemarin. Katanya mau dibongkar, dan kita dikasih waktu buat bongkar sendiri. Itu dari dua tahun lalu juga ada," ucap dia kepada Kompas.com, Minggu (24/8/2014).

Yono mengaku menyewa lahan sejak empat tahun lalu. Ia menyewa satu kios yang bergabung dengan kios lainnya. Yono mengatakan, ia rutin membayar uang sewa sebesar Rp 12 juta per tahun ke pengelola suku cadang tersebut. Bahkan, katanya, biaya sewa itu tidak termasuk biaya listrik dan kebersihan.

Yono mengaku dia tidak akan mempermasalahkan ganti rugi. Meskipun demikian dia berpendapat pembongkaran lahan yang akan dijadikan taman tersebut tidak membuat perekonomian negara meningkat.

"Coba bayangkan. Kita di sini pakai reklame, itu buatnya saja bayar. Ujung-ujungnya pakai pajak, kita bayar pajak, masuk kas negara, lalu perekonomian maju kan?" katanya.

Menurut dia, pemanfaatan lahan yang dilakukan ia dan teman-temannya sebagai bagian dari meningkatkan ekonomi negara dengan mencetuskan pekerjaan tanpa pengangguran. Ia sempat mempertanyakan apakah dengan adanya taman di bawah jalan layang itu pemasukan negara ada atau tidak.

Penyedia jasa lain pun melontarkan hal senada, Babe (60), menyatakan pajak negara dari reklame dan pembayaran sewa tanah itu aset negara. Lalu mengapa Direktorat Jenderal Perkereaapian mau menjadikan lahan itu sebagai taman, tanya dia.

"Reklame kita itu kan bayar uang juga masuk ke negara. Jelas ekonomi ada kan?" sahutnya.

Ia mengaku selalu taat membayar apapun yang diminta, mulai dari uang sewa, kebersihan, dan keamanan. Ia mengaku membayar uang sewa ke pengelola sedangkan uang kebersihan dan keamanan ke pengurus dari mitra lahan.

"Kalau saya bayar lahan sekitar Rp 15 juta. Memang beda setiap orangnya tergantung besar toko," tutur Yono.

Biaya sewa ini, lanjutnya, dibayarkan melalui pengelola kemudian diberikan ke PT KAI selaku pemilik tanah. Ia dan teman-temannya sadar bahwa lokasi yang ditempatinya milik orang lain. Maka dari itu, ia tak segan membayar tepat waktu.

"Ya kalau memang digusur saya terserah saja. Memang punya KAI. Mau gimana lagi? Kita mungkin nanti cari lokasi lain saja bersama," katanya.

Sebelumnya diberitakan, kawasan di bawah jalur layang kereta dari Stasiun Manggarai ke Stasiun Jakarta Kota kumuh. Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan akan segera membersihkan kawasan sepanjang sembilan kilometer tersebut.

Kepala Satuan Kerja Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prayudi mengatakan pembersihan akan dipusatkan di titik-titik tertentu. Titik itu, di antaranya, di kawasan Karanganyar, Mangga Dua, Jayakarta, dan Jakarta Kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisa Cemari Lingkungan, Pengusaha Konfeksi di Tambora Diminta Tak Buang Limbah Sembarangan

Bisa Cemari Lingkungan, Pengusaha Konfeksi di Tambora Diminta Tak Buang Limbah Sembarangan

Megapolitan
Jusuf Kalla Persilakan Anies Maju Pilkada Jakarta 2024

Jusuf Kalla Persilakan Anies Maju Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Ini, Warga: Perbedaan Hal Biasa

Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Ini, Warga: Perbedaan Hal Biasa

Megapolitan
Anies-Sandiaga Tak Berencana Duet Kembali pada Pilkada Jakarta

Anies-Sandiaga Tak Berencana Duet Kembali pada Pilkada Jakarta

Megapolitan
Namanya Diusulkan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta 2024, Anies: Mengalir Saja, Santai...

Namanya Diusulkan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta 2024, Anies: Mengalir Saja, Santai...

Megapolitan
Akrab dengan Sandiaga Saat Nobar, Anies Sebut Tak Bahas Pilkada Jakarta 2024

Akrab dengan Sandiaga Saat Nobar, Anies Sebut Tak Bahas Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Momen Anies Salami Jusuf Kalla Sambil Membungkuk dan Hormat ke Sandiaga Sebelum Nobar Film 'Lafran'

Momen Anies Salami Jusuf Kalla Sambil Membungkuk dan Hormat ke Sandiaga Sebelum Nobar Film "Lafran"

Megapolitan
Pengelola Jakarta Fair 2024 Siapkan Area Parkir di JIExpo Kemayoran, Bisa Tampung Puluhan Ribu Kendaraan

Pengelola Jakarta Fair 2024 Siapkan Area Parkir di JIExpo Kemayoran, Bisa Tampung Puluhan Ribu Kendaraan

Megapolitan
Seekor Sapi Masuk ke Tol Jagorawi, Lalu Lintas Sempat Macet

Seekor Sapi Masuk ke Tol Jagorawi, Lalu Lintas Sempat Macet

Megapolitan
10 Nama Usulan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta: Anies, Ahok, dan Andika Perkasa

10 Nama Usulan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta: Anies, Ahok, dan Andika Perkasa

Megapolitan
Video Viral Bule Hina IKN Ternyata Direkam di Bogor

Video Viral Bule Hina IKN Ternyata Direkam di Bogor

Megapolitan
Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Megapolitan
Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Megapolitan
Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com