Program tersebut hanya menyinggung soal penyelesaian 15 koridor transjakarta, dan pembangunan mass rapid transit (MRT) untuk rute selatan-utara dan timur-barat. Dan dari semuanya itu, tak ada satupun yang akan dilakukan di Jalan Simatupang.
"Ini akibat rencana yang diinginkan pemerintah daerah tidak sinkron dengan lahan yang dimiliki pengembang. Karena pada saat penyusunan rencana (pengusaha) tidak dilibatkan, jadinya tidak nyambung," kata Nirwono kepada Kompas.com, Minggu (15/3/2015).
Revisi program
Menurut Nirwono, tidak masuknya kawasan Jalan Simatupang ke dalam perencanaan pemerintah terkait pembangunan transportasi massal, disebabkan kawasan itu pada awalnya bukan diperuntukan untuk kawasan perkantoran.
"Harusnya Jalan TB Simatupang cuma jadi kawasan hunian tempat tinggal, dan sebagian untuk daerah resapan air. Bukan untuk perkantoran skala besar," ujar Nirwono.
Namun, kata dia, pelanggaran tata ruang berupa pemberian izin kepada pengembang membuat semua yang telah direncanakan menjadi kacau balau. Akibatnya, kawasan Jalan TB Simatupang mengalami perubahan fungsi.
"Pemerintah tidak berdaya dalam pengendalian tata ruang. Contohnya di Jalan TB Simatupang. Izin tidak diberikan sesuai rencana tata ruang yang telah dibuat," ucap dia.
Karena saat ini Jalan TB Simatupang telah telanjur berubah menjadi kawasan perkantoran, Nirwono menyarankan agar pemerintah segera melakukan perubahan program pengembangan pola pengembangan transportasi makro. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pelebaran jalan dan pembangunan sarana transportasi massal.
Khusus untuk poin yang kedua, Nirwono menilai langkah ini perlu dilakukan dengan segera untuk mengakomodir para pekerja yang saat ini jumlahnya terus meningkat di kawasan Jalan TB Simatupang.
"Lakukan revisi program transportasi massal. Sudah saatnya pengembangan transportasi kereta juga dilakukan di kawasan Jalan Tol Lingkar Luar, yang merupakan kawasan Jalan TB Simatupang. Bisa dilakukan dengan membangun jalur kereta layang di atas jalan tol," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.