"ABD meninggal pada 25 April 2015, kemudian JN meninggal 11 Maret 2015," kata Kasubdit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Adjie Indra Dwiatma di Mapolda Metro Jaya, Selasa (7/7/2015).
Keduanya meninggal karena sakit lantaran sudah berusia lanjut. Namun, hal tersebut tidak menghentikan penyidikan kasus korupsi Normalisasi Kali Pesanggrahan.
"Terus berlanjut. Enggak ada pengaruhnya," jelas Adjie.
ABD dan JN memiliki peran yang sama. Keduanya berpura-pura menjadi ahli waris dari tanah yang mau dibebaskan pemerintah untuk proyek senilai Rp 32 Miliar tersebut.
ABD berpura-pura sebagai ahli waris dari Djaung dengan tanah seluas 9.400 meter persegi, sedangkan JN berpura-pura sebagai ahli waris Ilam bin Sailin dengan tanah seluas 8.000 meter persegi. Padahal tanah-tanah tersebut adalau miliki Badan Usaga Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta PT Sarana Jaya yang sudah dibebaskan pada 1974.
ABD dan JN diketahui disuruh oleh MD dan MR untuk memalsukan surat tanah berupa girik dan dilanjutkan dengan keluarnya izin Surat Pemberitahuan Pajak Terhutan (SPPT) tanah tersebut.
Selain itu, ada HS yang berperan sebagai penyandang dana dalan mengurus surat-surat palsu tersebut. Kelima orang tersebut, HS, ABD, JN, MR dan MD sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Saat ini, polisi terus mengusut korupsi ini dengan memanggil beberapa orang yang terkait dalam proyek itu, salah satunya Ketua Tim Panitia Pembebasan Tanah (P2T) Jakarta Selatan saat itu, Tri Djoko Sri Margianto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.