Pada awal pemerintahan Jokowi-Ahok, Ahok menemukan permasalahan sampah yang cukup mengganggu di DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah penduduk yang mencapai hampir 10 juta jiwa merupakan salah satu daerah dengan angka penghasil sampah tertinggi.
Dalam sehari, sampah warga Ibu Kota mencapai lima ton. Buntutnya, sering kali dijumpai penumpukan sampah di sejumlah titik yang telat atau tak ditangani dengan segera.
Kondisi ini mengganggu, baik secara estetika maupun bau busuknya yang menusuk hidung. Atas hal ini, akhirnya Jokowi-Ahok memberikan "kejutan" dengan mengganti Kepala Dinas Kebersihan DKI saat itu, Eko Bharuna. Selain alasan tersebut, penggantian Bharuna juga disebabkan usianya yang sudah memasuk usia pensiun.
"Pak Bharuna kan sudah 35 tahun mengurusi sampah, sudah pensiun ya kami ganti. Kami harap penyegarannya lebih bagus," ujar Ahok.
Bharuna pun diganti oleh wakilnya saat itu, Unu Nurdin. Akan tetapi, Unu pun kembali diganti pada Februari 2014. Salah satu penyebab dicopotnya Unu adalah terkait kasus pengadaan truk sampah yang seharusnya menjadi program Dinas Kebersihan DKI saat itu.
Ahok kesal Unu tidak menganggarkan 200 truk sampah dalam APBD 2014. Selain itu, Ahok juga kesal karena Unu dianggap berbohong.
Unu mengaku bahwa anggaran tersebut dicoret pada saat di DPRD. Padahal, anggaran itu sudah dicoret saat prosesnya masih ada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Alasannya ialah karena Unu tidak bisa menjelaskan dengan baik manfaat truk tersebut.
Akhirnya, Saptastri Ediningtyas pun ditunjuk untuk menggantikan Unu. Akan tetapi, Ahok masih berpendapat bahwa kinerja Tyas (sapaan Saptastri) masih kurang baik dan tidak tegas. Akhirnya, Tyas pun kembali diganti oleh PNS lain, Isnawa Aji, yang menjabat hingga saat ini.
Isnawa Aji dulunya merupakan Wakil Kepala Dinas Kebersihan. Setelah dicopot dari jabatan kepala dinas, Tyas sempat turun jabatan menjadi staf. Namun, tidak lama kemudian, dia dilantik kembali menjadi Kepala Perpustakaan Kepulauan Seribu.