Padahal, keberadaan bus sekolah bisa menekan beban biaya transportasi sehari-hari para pelajar.
Kualitas layanan, seperti ketidakpastian waktu kedatangan, menjadi alasan siswa enggan menggunakan bus kuning ini.
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta adalah provinsi pertama yang menyediakan bus khusus bagi pelajar SMP dan SMA/SMK. Tepatnya pada 19 Juli 2007, bus berkelir kuning itu resmi digunakan.
Pada saat itu, tersedia 34 bus untuk melayani enam rute melintasi lima wilayah kota di Jakarta.
Bus khusus pelajar berkapasitas 40 orang itu harus melayani 125 SMP dan 95 SMA negeri dan swasta di empat rute utama dan dua rute penghubung.
Rute utama adalah Lapangan Banteng-Kemayoran, Tanjung Priok-Pulo Gadung, Kampung Melayu-Taman Mini, dan Pasar Minggu- Blok M.
Adapun dua rute penghubung adalah Cawang-Plumpang dan Grogol-Cawang. Saat ini, jumlah bus sekolah gratis ini 174 unit dengan 114 unit yang aktif beroperasi.
Sayangnya, minat pelajar untuk memanfaatkan bus sekolah minim. Dari hasil jajak pendapat melalui telepon yang diselenggarakan Litbang Kompas, awal September lalu, hanya 6 persen pelajar yang rutin menggunakan bus sekolah setiap hari.
Keengganan menggunakan bus sekolah salah satunya disebabkan ketidakpastian waktu kedatangan alat angkut ini.
Bus sekolah menggunakan jalur yang sama dengan kendaraan lain sehingga durasi perjalanannya sangat bergantung pada kondisi lalu lintas.
Joko (37), responden yang tinggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengatakan kerap melihat bus di daerah Sunter hanya terisi dua-tiga orang.
"Anak-anak enggak minat naik bus. Bus sering datang enggak tepat waktu. Sudah masuk sekolah, bus baru lewat," katanya.
Faktor keamanan juga dinilai menjadi kendala. Daniel (31), misalnya, mengaku tak tega membiarkan keponakannya yang masih SD menggunakan bus sekolah.
"Kalau bus sekolah di sini sudah seperti bus sekolah di Singapura yang terjamin keamanan, kenyamanan, dan ketepatan waktunya, saya berani (membiarkannya) menggunakan bus sekolah," katanya.