Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Versi Cerita dalam Kasus Pemukulan Staf Masinton

Kompas.com - 02/02/2016, 06:00 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus kekerasan yang pelakunya diduga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali terjadi. Kali ini, anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, diduga telah menganiaya staf ahlinya, Dita Aditia (27).

Terdapat dua versi kronologi kasus pemukulan ini, antara versi Masinton dan Dita. Berikut penjelasannya.

Masinton dilaporkan

Masinton yang merupakan anggota Komisi III DPR itu mendadak dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri atas tuduhan pemukulan terhadap staf ahlinya yang bernama Dita Aditia.

Dia dilaporkan oleh Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Partai Nasdem DKI Jakarta Wibi Andrino pada Sabtu (30/1/2016) malam.

Menurut Wibi, pemukulan itu terjadi pada 21 Januari 2016 malam. Saat itu, Masinton menjemput Dita di Kafe Camden, Cikini, Jakarta Pusat.

"Staf ahlinya dibawa muter-muter, lalu di dalam mobil dipukul," kata Wibi.

Dita diam saja dan enggan memprosesnya secara hukum. Masinton disebut memberi Dita obat-obatan agar lekas sembuh.

Namun, pengurus DPW Partai Nasdem DKI Jakarta kemudian mempertanyakan luka di mata sebelah kanan Dita.

"Katanya, ini dipukul Masinton, makanya dilaporkan," kata Wibi.

Bantahan Masinton

Masinton membantah telah memukuli staf ahlinya, Dita. Kendati demikian, Masinton mengakui adanya insiden yang menyebabkan Dita mengalami luka memar di bagian wajahnya.

"Kalau dibilang saya mukul, enggak benar banget itu," kata Masinton saat dihubungi Kompas.com, Sabtu malam.

Masinton menceritakan, insiden itu terjadi pada 21 Januari 2016 sekitar pukul 23.00 WIB. Saat itu, ia bersama sopir dan seorang staf ahlinya baru pulang dari sebuah acara.

Staf ahlinya itu tiba-tiba menerima telepon dari Dita yang meminta dijemput di sebuah kafe di kawasan Cikini karena sedang dalam keadaan mabuk berat.

"Karena sudah malam, saya anterin saja," ucap politisi PDI-P ini.

Sesampainya di lokasi, sopir Masinton pun diminta untuk membawa mobil Dita. Adapun mobil Masinton dikemudikan oleh staf ahlinya.

Dita lantas duduk di kursi depan. Sementara itu, Masinton duduk di kursi belakang.

Menurut Masinton, Dita yang ketika itu dalam keadaan mabuk tersebut tiba-tiba menarik setir sehingga mobil oleng ke kiri di sekitar Jalan Otista. Masinton mengklaim, Dita menarik setir mobil.

Staf ahli Masinton yang mengemudikan mobil langsung mengerem mendadak. Tangan Dita ditepis sehingga terpental mengenai wajahnya sendiri.

Setelah kejadian itu, Dita langsung turun dari mobil. Masinton mengaku menyuruhnya untuk kembali masuk mobil dan menawarkannya untuk diantar berobat. Namun, menurut Masinton, Dita menolak dan mengaku bisa berobat sendiri.

Masinton lantas bingung mengapa Dita mengaku dipukul olehnya dan melaporkannya ke Bareskrim Polri. Ia merasa ada motif politis dan pembunuhan karakter pada kasus ini.

Kendati demikian, Masinton masih belum memutuskan untuk menggugat balik Dita.


Versi Dita

Pada Senin (1/2/2016), Dita dan Sekretaris DPW Partai Nasdem DKI Jakarta Wibi Andrino mendatangi kantor LBH APIK. Dita memaparkan peristiwa yang telah dialaminya.

Awalnya, Kamis (21/1/2016), Dita sedang berkumpul dengan delapan temannya di Kafe Camden, Cikini, pada pukul 21.00.

Sekitar pukul 22.17, Dita dihubungi oleh Masinton yang menanyakan keberadaannya.

Sekitar pukul 22.30, Dita dijemput oleh Masinton. Di dalam mobil tersebut, menurut pengakuan Dita, hanya ada dia yang duduk di kursi penumpang depan. Sopir yang bernama Husni dan Masinton duduk di belakang.

Tidak lama, Husni turun di kantor DPW Nasdem untuk mengambil mobil Dita. Masinton kemudian pindah ke kursi pengendara dan melanjutkan perjalanan untuk mengantar Dita pulang ke apartemennya yang berada di bilangan Cawang.

Menurut pengakuan Dita, selama di perjalanan, ia diinterogasi dan dimaki-maki oleh Masinton.

Dita menyebut, Masinton bertanya soal apa obrolannya dengan teman-temannya. Ia menjawab tak ada omongan apa-apa.

Dita mengaku menangis karena dimaki dan ia tak boleh berbicara sepanjang jalan. Dita dibawa berkeliling oleh Masinton.

Dalam perjalanan itu, Dita mengaku telah dipukul oleh Masinton sebanyak dua kali.

"Saya cuma rasain pusing. Pandangan saya berkunang-kunang setelah ditonjok dua kali," ungkapnya.

Setelah peristiwa pemukulan itu, akhirnya Masinton menurunkan Dita di apartemen.

Dita sempat memberi tahu Husni bahwa dia telah dipukul oleh atasannya. Dengan menumpang taksi, Dita melapor ke Polsek Jatinegara.

Polisi mengantar Dita untuk divisum ke RSUD Budi Asih. Namun, ia belum membuat berkas acara pemeriksaan (BAP).

Baru beberapa hari kemudian, pihak Dita resmi melaporkan Masinton ke Bareskrim Polri.

Pernah dianiaya

Dalam pengakuannya ke LBH APIK, Dita tak memiliki hubungan spesial dengan Masinton. Dari pengakuan Dita, hubungan dengan Masinton hanya sebatas relasi dalam pekerjaan, tidak melibatkan perasaan.

Namun, Masinton disebut bersikap protektif terhadap Dita. Sikap protektif itu ditunjukkan seperti terlalu mengontrol Dita. Awalnya, Dita tak mempermasalahkannya.

"Awalnya, dia enggak masalah diproteksi gitu. Tetapi, ke sininya kayak model cemburu. Kami sudah tanya dan yang disampaikan korban hanya relasi kerja," ujar Direktur LBH APIK Jakarta Ratna Bataramunti.

Dita menganggap Masinton sebagai mentornya. Masinton dianggap berjasa pula membawa karier Dita di bidang politik.

Masinton juga dekat dengan keluarga Dita. Namun, perlakuan Masinton ini membuat Dita akhirnya menempuh jalur hukum.

Ternyata, penganiayaan itu bukanlah yang pertama kali dialami Dita. Pada 17 November 2015 lalu, Masinton pernah memukulnya di apartemen.

Masinton meminta jalan damai dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Isu politik

Kasus pemukulan oleh Masinton terhadap Dita sempat merembet ke isu politik. Sekretaris DPW Partai Nasdem DKI Jakarta Wibi Andrino mengatakan, pemukulan yang dilakukan Masinton itu dilatarbekalangi somasi dari Partai Nasdem ke Masinton.

Masinton sempat disomasi karena perdebatan kasus Mobile 8. Somasi yang Wibi maksud berkaitan dengan keberatan Nasdem atas pernyataan Masinton dalam rapat Komisi III pada 20 Januari 2016.

Saat itu, Masinton mengingatkan Jaksa Agung Prasetyo bahwa dalam kasus Freeport dan Mobile 8, terdapat pertarungan antar-geng. Dalam kasus Mobile 8, kata Masinton, ada pertarungan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Pelindo Hari Tanoesoedibjo.

Wibi menduga, Masinton melampiaskan kekesalannya akan somasi itu kepada staf ahlinya yang merupakan kader DPW Partai Nasdem DKI Jakarta.

Namun, belakangan Wibi sendiri membantah isu ini. Di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK di Jakarta Timur, Senin (1/2/2016), ia mengatakan hal berbeda dengan menyebut kasus Dita ini tak ada sangkut paut dengan isu politik.

"Karena yang terlihat di media ada kesan politik. Itu tidak ada, ini murni penganiayaan," ujar Wibi.

Respons MKD

Kasus penganiayaan Dita direspons Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) meskipun korban belum membuat pengaduan. Hal ini terjadi setelah kasus ini ramai mencuat di media massa dan laporan korban ke Bareskrim Polri. MKD menyatakan akan segera berkoordinasi dengan Bareskrim Polri.

Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, mengatakan, MKD tak ingin terlalu terburu-buru menangani kasus ini karena sudah masuk ke ranah hukum.

Selain itu, kata dia, masih ada perbedaan versi terkait peristiwa itu.

"MKD akan berkoordinasi dengan Bareskrim agar penanganan bisa berjalan baik dan tidak menimbulkan sakwa sangka. Kalau tidak hari ini, besok kita akan ke Bareskrim," ujar Dasco.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Psikolog Forensik: Ada 4 Faktor Anggota Polisi Dapat Memutuskan Bunuh Diri

Psikolog Forensik: Ada 4 Faktor Anggota Polisi Dapat Memutuskan Bunuh Diri

Megapolitan
Belum Berhasil Identifikasi Begal di Bogor yang Seret Korbannya, Polisi Bentuk Tim Khusus

Belum Berhasil Identifikasi Begal di Bogor yang Seret Korbannya, Polisi Bentuk Tim Khusus

Megapolitan
Taman Jati Pinggir Petamburan Jadi Tempat Rongsokan hingga Kandang Ayam

Taman Jati Pinggir Petamburan Jadi Tempat Rongsokan hingga Kandang Ayam

Megapolitan
Pengelola Rusun Muara Baru Beri Kelonggaran Bagi Warga yang Tak Mampu Lunasi Tunggakan Biaya Sewa

Pengelola Rusun Muara Baru Beri Kelonggaran Bagi Warga yang Tak Mampu Lunasi Tunggakan Biaya Sewa

Megapolitan
Pemprov DKI Mulai Data 121 Lahan Warga untuk Dibangun Jalan Sejajar Rel Pasar Minggu

Pemprov DKI Mulai Data 121 Lahan Warga untuk Dibangun Jalan Sejajar Rel Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Tangkap Pengedar Narkoba yang Pakai Modus Bungkus Permen di Depok

Polisi Tangkap Pengedar Narkoba yang Pakai Modus Bungkus Permen di Depok

Megapolitan
Heru Budi: Perpindahan Ibu Kota Jakarta Menunggu Perpres

Heru Budi: Perpindahan Ibu Kota Jakarta Menunggu Perpres

Megapolitan
Motif Mantan Manajer Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris, Ketagihan Judi 'Online'

Motif Mantan Manajer Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris, Ketagihan Judi "Online"

Megapolitan
Taman Jati Pinggir Jadi Tempat Rongsok, Lurah Petamburan Janji Tingkatkan Pengawasan

Taman Jati Pinggir Jadi Tempat Rongsok, Lurah Petamburan Janji Tingkatkan Pengawasan

Megapolitan
Rangkaian Pilkada 2024 Belum Mulai, Baliho Bacalon Walkot Bekasi Mejeng di Jalan Arteri

Rangkaian Pilkada 2024 Belum Mulai, Baliho Bacalon Walkot Bekasi Mejeng di Jalan Arteri

Megapolitan
Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati”, Ketua RT: Warga Sudah Bingung Menyelesaikannya

Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati”, Ketua RT: Warga Sudah Bingung Menyelesaikannya

Megapolitan
Polisi Temukan Tisu “Magic” hingga Uang Thailand di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Polisi Temukan Tisu “Magic” hingga Uang Thailand di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Ditangkap di Purbalingga, Eks Manajer yang Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris Sempat Berpindah-pindah

Ditangkap di Purbalingga, Eks Manajer yang Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris Sempat Berpindah-pindah

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Akan Diskrining, Disnakertrans DKI: Jangan Sampai Luntang-Lantung

Pendatang Baru di Jakarta Akan Diskrining, Disnakertrans DKI: Jangan Sampai Luntang-Lantung

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Sulit Urus Akta Lahir, Pengelola: Mereka Ada Tunggakan Sewa

Warga Rusun Muara Baru Sulit Urus Akta Lahir, Pengelola: Mereka Ada Tunggakan Sewa

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com