Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laju Penurunan Muka Tanah di Jakarta Jadi 10-11 cm per Tahun

Kompas.com - 18/03/2016, 19:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Laju penurunan muka tanah di daratan Jakarta terus meningkat dari 5-6 sentimeter menjadi 10-11 cm per tahun. Di sisi lain, muka air laut juga terus meningkat 0,1-2,2 meter per tahun akibat pemanasan global. Tanpa upaya pencegahan nyata, dampak buruk bisa terjadi.

Pakar hidrologi Universitas Indonesia, Firdaus Ali, Kamis (17/3/2016), mengatakan, penurunan muka tanah di Jakarta setidaknya dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, laju urbanisasi di Jakarta tinggi sehingga warga membutuhkan ruang-ruang tempat tinggal baru. Pemanfaatan ruang wilayah pun terus meningkat dan tanpa kendali.

Akibatnya, beban daratan Jakarta kian berat dan berdampak terhadap kerusakan lingkungan dan timbulnya bencana. Selain itu, pengambilan air tanah yang besar turut berpengaruh terhadap peningkatan laju penurunan tanah.

Di sejumlah titik di Jakarta Utara, penurunan muka tanah bahkan mencapai 26-32 cm per tahun.

”Kini ada sekitar 12 juta penduduk DKI Jakarta. Mereka mengambil air tanah sekitar 210 juta meter kubik per tahun,” ujar Firdaus Ali dalam diskusi bertema ”Penurunan Tanah dan Kenaikan Air Laut, Ancaman terhadap Jakarta” di Gedung OLVEH, Kota Tua, Jakarta Barat, kemarin.

Selain Firdaus, narasumber lain dalam diskusi itu adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti; Asisten Deputi Perumahan, Pertanahan, dan Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bastary Pandji Indra; pendiri Utarakan Jakarta, Cynthia Boll; dan perwakilan Bappeda DKI Jakarta, Deftrianov.

Selain mendiskusikan isu lingkungan, PT Jakarta Old Town Revitalization Corporation (JOTRC) juga meresmikan gedung OLVEH (Onderlinge Levensverzekering Van Eigen Hulp) yang sudah rampung direvitalisasi. Gedung eks kantor asuransi zaman Belanda itu berada di Jalan Jembatan Batu Nomor 50, Pinangsia, dan menjadi salah satu bangunan yang direnovasi dalam proyek revitalisasi Kota Tua.

Ditinggikan berkali-kali

Direktur Utama JOTRC Lin Che Wei mengatakan, saat gedung dibongkar, pekerja bangunan menemukan fakta bahwa gedung berusia 94 tahun itu ditinggikan berkali-kali. Setelah digali, baru diketahui lapisan lantai asli gedung itu berada 95 cm di bawah permukaan jalan saat ini.

Sebagai penanda, PT JOTRC memasang meteran di depan pintu masuk sebagai penunjuk penurunan muka tanah. Rumah-rumah di belakang kantor itu pun rata-rata meninggikan lantai.

Firdaus, yang juga adalah Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mengatakan, temuan itu menunjukkan betapa pesatnya laju penurunan muka tanah di DKI Jakarta, khususnya di kawasan pesisir utara. Ia berpendapat, penurunan muka tanah itu belum tentu terjadi sepanjang 95 tahun keberadaan gedung tersebut. Bisa jadi, penurunan muka tanah baru terjadi secara pesat dalam 40 tahun terakhir. Untuk mengetahui hal itu, diperlukan kajian lebih mendalam.

”Salah satu alasan Jakarta harus membangun tanggul laut raksasa atau proyek Pembangunan Pesisir Terpadu Ibu Kota Negara (National Capital Integrated Coastal Development) adalah untuk melindungi Kota Tua supaya tidak tenggelam. Tak ada pilihan lain, kecuali ada ide yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Firdaus.

Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Haryadi Permana mengatakan, subsidensi Jakarta disebabkan faktor alam dan kerusakan lingkungan. Disebutkan, material penyusun cekungan Jakarta berupa tanah lembek seperti lumpur-lumpur endapan laut dan endapan delta.

”Penyedotan air tanah membuat pori-pori tanah mengecil,” katanya. Selain itu, intrusi air laut pun menambah permasalahan lingkungan.

Penyebab lain, menurut Haryadi, pembangunan gedung-gedung menara dan pencakar langit yang berbeban berat membuat tanah turun. ”Tanpa memperhatikan lingkungan, di Pluit dibangun gedung-gedung besar. Gampangannya, lihat saja sekarang ada genangan-genangan yang mengindikasikan tanah ambles,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com