JAKARTA, KOMPAS.com - Sepekan ini, masyarakat dihebohkan dengan sejumlah pengungkapan kasus pungutan tak wajar yang dilakukan oknum dari sejumlah intansi pelayanan publik milik pemerintah.
Sejumlah modus digunakan untuk melancarkan aksi tersebut.
Pada Rabu (12/10/2016), Kepolisian Daerah Metro Jaya mengamankan tiga terduga pelaku pungutan liar di sejumlah tempat pembuatan surat izin mengemudi (SIM) di Ibu Kota
Ketiga terduga pelaku merupakan anggota polisi. (Baca juga: Tiga Polisi Ditangkap karena Terlibat Pungli SIM)
Mereka adalah Brigadir TM yang diamankan di mobil pelayanan SIM keliling LTC Glodok Jakarta Barat; Aiptu Y yang diamankan di mobil pelayanan SIM keliling Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur; dan Bripda RS di gerai pembuatan SIM di Mal Taman Palem, Jakarta Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono menyampaikan, modus pungutan tersebut adalah meniadakan prosedur pemeriksaan kesehatan yang merupakan salah satu prosedur standar dalam perpanjangan SIM.
Pungutan liar yang dilakukan Aiptu Y yaitu meminta uang sebesar Rp 25.000 kepada orang yang hendak memperpanjang SIM untuk biaya pemeriksaan kesehatan.
Y kemudian mengabaikan prosedur pemeriksaan kesehatan itu dan langsung ke tahap pengambilan gambar.
Tidak ada pemeriksaan kesehatan dan tidak ada surat keterangan kesehatan yang dibuat oleh Aiptu Y untuk para pemohon perpanjangan SIM.
Di mobil pelayanan SIM keliling di Jalan Dewi Sartika tersebut, petugas mengamankan uang tunai sebesar Rp 2,75 juta yang diduga berasal dari hasil pungutan liar untuk biaya kesehatan.
"Petugas SIM keliling tidak melakukan SOP tentang pemeriksaan kesehatan bagi pemohon SIM. Mereka juga tidak menerbitkan surat keterangan kesehatan," kata Awi di Mapolda Metro Jaya, Kamis (13/10/2016).
Terkait pelayanan SIM keliling di LTC Glodok dan Mal Taman Palem, polisi menemukan modus yang sama.
Bripda RS dan Brigadir TM kedapatan meminta uang sebesar Rp 25.000 untuk cek kesehatan, tetapi kenyataannya tidak ada pemeriksaan kesehatan yang dilakukan.
Dari masing-masing tempat, petugas mengamankan uang sebesar Rp 1,9 juta dan Rp 1,6 juta.
Selain di tiga tempat tersebut, polisi menyisir tiga tempat lainnya, yaitu di mobil pelayanan SIM keliling Bekasi Kota, gerai pelayanan perpanjangan SIM A dan C di Artha Graha Mall, dan gerai SIM di Mal Alam Sutera, Tangerang.
Dari enam tempat tersebut, petugas mengamankan uang sebanyak Rp 12 juta. Ketiga terduga pelaku masih diperiksa pihak Propam.
"Kami masih telusuri siapa yang bertanggung jawab, setoran ke mana, siapa yang nyuruh," ujar Awi.
Pungutan terhadap PHL
Sejumlah petugas pekerja harian lepas (PHL) dari UPK Badan Air di daerah Penjaringan, Jakarta Utara mengeluhkan pungutan yang bernuansa pemalakan yang terjadi sejak Juni 2016.
Salah satu koordinator petugas Badan Air, sebut saja namanya Fahrudin, mengatakan bahwa pungutan tersebut dilakukan oknum petugas yang diketahui menjabat sebagai pengawas wilayah serta salah satu oknum warga yang kerap disapa Agung.
Oknum itu memaksa para petugas untuk menyetorkan uang sebesar Rp 100.000 per orang per bulannya.
Agung merupakan koordinator yang memungut pungutan untuk wilayah Cilincing hingga Penjaringan.
Dari penjelasan Agung, uang tersebut akan digunakan untuk membantu anggota lain yang tertimpa kemalangan, misalnya sakit atau meninggal.
"Katanya sih uang kebersamaan, tapi pernah ada (teman) keluarganya yang meninggal, di Penjaringan, enggak pernah dapat tuh uangnya," ujar Fahrudin kepada Kompas.com di Jakarta Utara, Rabu (12/10/2016).
Menurut dia, pungutan itu diberikan dari anggota ke ketua regu atau koordinator.
Selanjutnya, ketua regu akan memberikannya ke pengawas, dan pengawas akan memberikannya kepada oknum warga.
Para PHL sempat menanyakan rincian uang tersebut. Namun, pengawas dan oknum warga enggan untuk menjelaskannya.
Resah karena selama empat bulan merasa diperas, PHL tersebut kemudian memberanikan diri untuk memberitahukan hal itu ke Kepala Satuan Pelaksana Wilayah II Jakarta Utara dan Jakarta Barat UPK Badan Air Pemprov DKI Jakarta, Richard.
Saat diberitahu, Richard segera melarang dan memanggil semua anggota Badan Air se-Jakarta Utara.
"Kami dipanggil sama Pak Richard, dia bilang 'Jangan sampai dikasih, kalau dikasih bukan dia-nya (yang dipecat), tapi kamu saya pecat'," ujar Fahrudin menirukan perkataan Richard.
Adanya ancaman
Para PHL ini mengaku memberikan uang tersebut karena adanya ancaman dari pengawas wilayah serta oknum warga yang tidak akan memperpanjang kontrak mereka.
Selain itu, oknum tersebut mengancam akan memindahkan para PHL ke tempat kerja yang lebih sulit dan lebih jauh dari tempat tinggal mereka.
Oknum warga itu mengaku punya pengaruh terhadap orang-orang yang memiliki jabatan di UPK Badan Air Jakarta Utara.
(Baca juga: PHL UPK Badan Air Jakarta Utara Diancam Tidak Diperpanjang Kontraknya)
Awalnya, para PHL lainnya sadar bahwa pengawas wilayah dan oknum warga itu tidak memiliki wewenang untuk memutus kontrak maupun memindahkan mereka dari tempat kerja asal mereka.
Namun, karena merasa takut, akhirnya para PHL menyetorkan uang tersebut setiap bulan sejak Juni 2016.
Uang diberikan saat para PHL mendapat gaji setiap bulannya. Dari informasi yang didapat, pungutan tersebut telah terjadi di Cilincing dan Penjaringan.
Kendati demikian, sejak Oktober 2016, tidak ada lagi permintaan uang dari oknum tersebut.
Sebab, para PHL yang merasa resah telah melaporkan masalah itu ke Satuan Pelaksana Wilayah II Jakarta Utara dan Jakarta Barat UPK Badan Air Pemprov DKI Jakarta.
UPK Badan Air Jakarta Utara segera menindaklanjuti laporan tersebut.
Konfirmasi Kadis Tata Air
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, pihaknya menjamin tidak ada lagi pungutan-pungutan di luar administrasi yang harus dibayarkan pekerja harian lepas (PHL) Dinas Tata Air DKI Jakarta.
Teguh menjelaskan, semua anggaran telah transparan dan harus melalui sistem yang terdaftar di Dinas Tata Air.
Teguh tak yakin bahwa aduan dari PHL UPK Badan Air di Jakarta Utara yang menyebut adanya pemerasan yang dilakukan oleh oknum pengawas wilayah, benar-benar dilakukan oleh anggota yang terdaftar sebagai pekerja di Dinas Tata Air.
Ditambahkan Teguh, banyak warga yang mengaku masih berstatus PHL, padahal ketika Dinas Tata Air memeriksa status warga tersebut, ternyata tak lagi terikat kontrak dengan Dinas Tata Air.
"Yang seperti itu harus jelas dan pasti harus ke saya. Banyak hal seperti ini yang ternyata kami cek bukan PHL kami, jadi jangan jadi fitnah begitu," ujar Teguh saat dikonfirmasi.
Teguh mengatakan, terhitung awal Januari 2016, sistem anggaran telah transparan.
Pihaknya juga telah melakukan "bersih-bersih" terhadap sejumlah PHL yang tak lagi diperpanjang kontraknya.
Pungli sambungan PDAM di Kabupaten Tangerang
Praktik pungutan liar masih terjadi di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kerta Raharja (TKR).
PDAM Tirta Kerta Raharja merupakan pemasok air bersih di Kabupaten Tangerang. Praktik pungutan liar terjadi saat warga ingin memasang sambungan baru air dari PDAM.
Tur, salah satu warga di Kutabaru, Kabupaten Tangerang, yang mengaku menjadi korban pungli menceritakan pernah mendatangi kantor cabang PDAM TKR di Pasar Baru untuk pemasangan sambungan baru.
Ia kemudian bertemu salah satu oknum pegawai PDAM TKR yang bertugas di loket. "Saya pertama kali langsung disuruh daftar, isi buku waiting list dulu. Bukunya kayak buku catatan gitu. Bukan buku resmi," kata Tur, kepada Kompas.com, di Tangerang, Kamis (13/10/2016).
Di dalam buku itu, kata Tur, warga yang ingin memasang sambungan baru harus menuliskan nama, alamat, dan nomor telepon.
Tur diminta mengisi buku tersebut dengan alasan agar mudah dihubungi saat sambungan air akan dipasang.
Oknum itu, lanjut Tur, langsung memberitahu biaya untuk pemasangan sambungan baru adalah sebesar Rp 1,5 juta.
Padahal, biaya resmi pemasangan baru sambungan PDAM TKR sebesar Rp 1.206.000. Tur lalu menunggu hingga dua bulan.
Setelah it, ia dihubungi untuk pemasangan sambungan baru PDAM. Ia pun diminta datang ke PDAM TKR cabang Pasar Baru untuk melunasi biaya pemasangan sambungan baru.
Saat datang untuk melunasi biaya pemasangan ke PDAM TKR, Tur berhalangan hadir dan diwakili istrinya, Kar.
Setibanya di sana, Kar langsung menuju ke loket dan ia diminta membayar Rp 1,5 juta.
"Saya kasih Rp 1,3 juta, tapi dia tetap bilang maunya Rp 1,5 juta," ujar Kar.
Akhirnya, Kar tetap membayar Rp 1,5 juta sesuai tarif yang disebutkan petugas di loket. Namun, bukti pembayarannya hanya menggunakan kuitansi biasa, bukan kuitansi resmi dari PDAM TKR.
Disesalkan
Saaat dikonfirmasi, Kepala Wilayah Pelayanan II PDAM TKR, Bambang Wahyudi, menyesalkan adanya praktik pungli dan berjanji akan menindak tegas oknum yang terlibat.
Bambang memaparkan, ada dua standar harga pembayaran pemasangan sambungan baru di rumah.
Harga yang dipatok adalah Rp 1.206.000 dan Rp 1.506.000.
Harga untuk pemasangan sambungan di alamat yang disebutkan Tur, dipastikan hanya Rp 1.206.000, bukan Rp 1,5 juta seperti yang diminta oknum di Kantor PDAM tersebut.
Selain itu, proses pendaftaran pemasangan sambungan baru juga tidak dilakukan di loket, tetapi di tempat khusus yang terpisah.
(Baca juga: Cegah Pungli, PDAM TKR Imbau Pelanggan Baru Daftar di Tempat Khusus Pemasangan)
Pungli di Kemenhub
Sebelumnya, pihak kepolisian melakukan operasi tangkap tangan yang dilakukan di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta Pusat.
Dari operasi itu, polisi mengamankan sejumlah orang yang diduga terkait pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum di kementerian tersebut.
Pungli ini diduga untuk memuluskan sejumlah proses perizinan terkait seaferer identity document (SID).
Mulanya, OTT ini menyasar ke lantai 6 Kantor Kemenhub. Lantai itu merupakan Unit Pelayanan Satu Atap Terpadu Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut Kemenhub.
Mirisnya, di setiap loket yang tersedia untuk mengurus SID ini terpampang tulisan yang berbunyi, "Terima kasih untuk tidak memberikan tip kepada pegawai kami".
Namun, pada kenyataannya, polisi malah mendapati adanya pungli dari oknum instansi tersebut.
Dari lokasi itu, polisi mengamankan enam orang yang terdiri dari pegawai negeri sipil, pekerja harian lepas (PHL), dan pihak swasta.
Tiga orang telah ditetapkan sebagia tersangka. Dari tangan mereka, polisi menyita uang yang diduga hasil pungli sebesar Rp 34 juta.
(Baca juga: Polisi Telusuri Transaksi Keuangan dalam Kasus Pungli di Kemenhub)
Setelah mengamankan enam orang dari lantai 6, polisi menyasar ke lantai 12 Kantor Kemenhub.
Polisi kemudian menyita sejumlah dokumen terkait perizinan, beberapa telepon seluler, uang sebesar Rp 61 juta, dan enam buku tabungan yang berisi total Rp 1 miliar yang diduga hasil pungli dari lantai 12.