Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2016: Polemik Reklamasi di Teluk Jakarta

Kompas.com - 15/12/2016, 11:46 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Deru mesin dari sebuah kapal terdengar dari kejauhan. Suara itu kian jelas saat perahu kecil nelayan berjalan melintasi kapal tersebut. Aktivitas kapal tersebut tampak tak biasa. Di atas kapal ada sebuah mesin yang mengeluarkan pasir terus-menerus. Pasir itu ‘dimuntahkan’ ke daerah yang sudah tampak seperti pulau.

Sementara di atas pulau, alat-alat berat lalu lalang. Alat berat itu tampak mendorong pasir dan membentuk sedemikian rupa agar tersebar secara merata. Perahu nelayan tak bisa mendekat. Sekeliling lokasi itu merupakan area terbatas dan dijaga ketat oleh pihak keamanan yang berkeliling dengan perahu cepat. Kondisi itu merupakan gambaran kecil dari aktivitas salah satu dari 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta.

Proyek reklamasi menimbulkan pro dan kontra. Bagi nelayan, khususnya di Teluk Jakarta, reklamasi tak ubah seperti pintu gerbang kepahitan. Sebab, mereka merasa mata pencaharian sebagai nelayan terganggu. Ikan, kerang hingga biota laut di Teluk Jakarta disebut menghilang. Mata pencaharian mereka tergerus oleh pasir-pasir reklamasi.

Sementara bagi Pemprov DKI Jakarta, reklamasi yang sudah diwacanakan sejak tahun 1985 ini dinilai perlu dilakukan untuk mengatasi masalah lingkungan dan lahan di pantai utara Jakarta. Kawasan utara Jakarta dianggap memiliki lingkungan buruk akibat permasalahan banjir rob, sampah, limbah. Sehingga pada tahun 1995, pemerintah pusat menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam Keppres itu, Gubernur DKI Jakarta memiliki wewenang untuk memberikan izin reklamasi.

Nelayan menggugat

Keputusan Gubernur DKI Jakarta saat itu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi kepada sejumlah perusahaan digugat oleh nelayan. Pada 15 September 2015, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pemberian izin reklamasi Pulau G di Jakarta Utara kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro. Pemberian izin itu dilakukan pada 23 Desember 2014 oleh Ahok.

Pada 21 Januari 2016 kelompok nelayan didampingi lembaga bantuan hukum kembali menggugat SK Gubernur DKI Jakarta terkait pemberian izin reklamasi Pulau F, I, dan K ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Cakung, Jakarta Timur.

Tiga SK Gubernur DKI Jakarta yang digugat nelayan adalah SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan reklamasi Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo, SK Gubernur DKI Jakarta No 2269/ 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan reklamasi Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Pakci, dan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2485/2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol. SK gubernur untuk izin reklamasi Pulau F dan I diterbitkan 22 Oktober 2015, sedangkan SK gubernur untuk Pulau K dikeluarkan 17 November 2015.

Menanggapi gugatan itu, Ahok justru senang. Ia beralasan sikap senangnya karena tak bisa membatalkan izin reklamasi di pantai utara Jakarta.

Penolakan Raperda reklamasi

Pada tahun 2015, DPRD DKI Jakarta membahas Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K). Raperda RZWP3K mengatur tentang penataan ruang laut di Provinsi DKI Jakarta yang di dalamnya mengatur peruntukkan ruang laut dalam 4 kawasan, yaitu kawasan konservasi, kawasan pemanfaatan umum, kawasan strategi nasional tertentu dan alur laut.

Saat itu, Kepala Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta Darjamuni menyatakan, proyek reklamasi 17 pulau telah diatur dalam raperda tersendiri, yakni raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Stategis Pantura Jakarta. Untuk mengawal Raperda tersebut, DPRD DKI Jakarta turut serta membuat panitia khusus (pansus) untuk zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Belakangan, pada Oktober 2015,  DPRD DKI Jakarta mempertimbangkan akan menggabungkan Raperda terkait reklamasi di perairan Teluk Jakarta dengan Raperda RZWP3K. Dengan demikian, revisi Perda nomor 8 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan reklamasi dan rencana tata ruang pantura, digabung dengan Raperda tentang RZWP3K. Kedua peraturan tersebut adalah termasuk dalam 17 raperda yang dijadwalkan dibahas tahun 2015.

Pembahasan Raperda tersebut alot dan tak selesai pada tahun 2015. Lama tak terdengar, ternyata pengesahan Raperda DKI Jakarta tentang RZWP3K batal dilaksanakan. Penyebabnya, jumlah anggota Dewan yang hadir dalam Rapat Paripurna yang dilaksanakan di Gedung DPRD DKI pada Kamis (17/3/2016) tidak kuorum.

Dalam rapat tersebut, pimpinan sidang Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana menyebutkan jumlah anggota Dewan yang hadir hanya 50 orang. Jumlah keseluruhan anggota DPRD DKI periode 2014-2019 sebanyak 106 orang.

Pembatalan pengesahan Raperda tentang RZWP3K disebut berdampak terhadap pembatalan satu Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta yang mengatur mengenai peruntukkan lahan di 17 pulau buatan reklamasi. Meski dua Raperda tersebut berbeda, namun keduanya dianggap memiliki hubungan satu sama lain. Pasalnya, pemetaan wilayah perairan yang diatur di Raperda tentang RZWP3K akan berpengaruh terhadap peruntukkan 17 pulau buatan di proyek reklamasi.

Salah satu anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI dari Fraksi Golkar, Ramli, mengatakan, pembatalan pengesahan Raperda tentang RZWP3K diakibatkan adanya perubahan salah satu pasal pada Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta. Perubahan terjadi pada pasal yang mengatur mengenai kewajiban pengembang di lahan pulau reklamasi. Jika pada draf sebelumnya dinyatakan bahwa kewajiban pengembang minimal 15 persen, maka pada draf terbaru kewajiban pengembang hanya lima persen.

Halaman:


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com