JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung menolak kasasi warga Kampung Pulo atas gugatan terhadap surat peringatan (SP) III yang dikeluarkan Satpol PP Jakarta Timur terkait penertiban untuk normalisasi Sungai Ciliwung.
Menanggapi hal itu, Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, pihak yang mendampingi warga Kampung Pulo, menyatakan kecewa dengan putusan MA tersebut.
"Ini kan ada enam lawyer di sini yang menangani itu. Mereka akan terus naik jadi ini belum inkracht karena mereka akan terus naik banding, bahkan akan ditemukam novum baru," kata Sandyawan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/3/2017) malam.
Sandyawan menilai, penggusuran di Kampung Pulo menabrak hukum. Dia mempertanyakan dalih pemerintah yang menyebut warga Kampung Pulo menduduki tanah negara.
"Emang ada istilah tanah negara. Tanah negara itu bukan istilah yang aneh dalam konstruksi hukum sekarang? Semua tanah itu (memang) dikuasai oleh negara menurut Pasal 33 Undang-Undang Dasar," ujar Sandyawan.
(Baca: MA Tolak Kasasi Penggusuran yang Diajukan Warga Kampung Pulo)
Namun, lanjut dia, baik orang ataupun Pemprov DKI, jika menyatakan memiliki tanah, menurut dia sama-sama harus menunjukkan surat bukti kepemilikan tanah.
"Nah di Kampung Pulo itu kami sudah mendata semua bahwa itu lengkap data kepemilikan itu (dan) pernah diberikan ke Gubernur DKI pada 24 juli 2015," ujar Sandyawan.
Sandyawan mengaku belum menerima salinan putusan MA tersebut dan baru mengetahuinya dari membaca di media massa. Dia menyatakan akan segera menentukan langkah selanjutnya.
"Kita lihat saja nanti," ujar Sandyawan.