Dikosongkan Paksa Di awal tahun ini, perempuan anak pejuang yang telah tinggal hampir 50 tahun di situ harus angkat kaki dari rumahnya.
Pihak Kodam Jaya, lanjut dia, hanya memberikan satu kali sosialisasi kepada warga. Dari sosialisasi itu pihak Kodam meminta keluarga seperti anak atau cucu dari pejuang yang telah meninggal untuk mengosongkan rumah di lokasi tersebut.
"Mereka sudah datang satu kali untuk sosialisasi tapi sebenarnya sosialisasi itu hanya semacam perkenalan. Kemudian keluar SP 1, SP 2, sampai SP 3," katadia.
Untuk mengosongkan paksa, Kodam menurutnya sampai menurunkan sekitar 100 tentara untuk setiap satu rumah. Warga ditawarkan uang kerohiman Rp 50-100 juta. Banyak warga menolak cara ini.
"Kodam cari saja di mana rumah di Jakarta seharga Rp 50-100 juta," ujar dia.
Pengosongan itu dalihnya agar bisa ditempati prajurit aktif. Ia menolak keras anggapan Kodam bahwa rumah tempat tinggalnya dan warga lain yang dikosongkan paksa di komplek itu adalah rumah dinas.
Sebab, mereka sudah tinggal 40-50 tahun. Menurut dia warga punya hak. Selama ini, lanjut dia, pengelolaan rumah dikelola sendiri warga, dari bayar PBB, bayar listrik, air, merenovasi, dan lainnya.
"Kami jadi heran, membayar PBB lebih dari 40 tahun atas nama orangtua, listrik atas nama orangtua, air juga. Kalau itu punya Kodam, harusnya atas nama Kodam," ujar dia.
Tanah di kawasan ini menurutnya juga bukan tanah Kodam Jaya, melainkan tanah negara. Warga sudah pernah mengecek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pihak BPN pun menurut warga mengakui kalau tanah di komplek ini merupakan tanah negara.
"Kalau tanahnya kan sampai sekarang dari BPN dibilang tanah negara, bukan tanah Kodam," ujarnya.
Warga juga menilai, dasar aturan yang digunakan Kodam Jaya untuk meminta mereka mengosongkan tempat tinggal yakni Peraturan Menhan Nomor 30 Tahun 2009 Juncto Pasal 13 ayat 2 Keputusan Menhankam/Pangab Nomor Kep/28/VIII/1975 Tanggal 21 Agustus 1975 tentang yang diperkenankan menempati rumah dinas TNI AD adalah anggota TNI AD, purnawirawan/warakawuri, sedangkan putra putrinya tidak berhak menempatinya, sudah tidak berlaku lagi atau sudah dicabut.
"Itulah makanya saya bilang Kodam mengacu ke undang-undang yang sudah tidak berlaku," ujarnya.
Padahal menurut dia, pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 diubah dengan PP 31 Tahun 2005 Tentang Rumah Negara, anak tentara bisa mengajukan pembelian rumah kepada negara.
"Walaupun orangtua sudah meninggal dunia jika sudah ditempati lebih dari 10 tahun, bisa diajukan untuk dibeli oleh anak yang sah," ujarnya.
Baca: Warga Cijantung Berharap Jokowi Beri Solusi Terkait Pengosongan Rumah