JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga warga di Jalan Panglima Polim Raya tepatnya di seberang Pasar Blok A, menggugat pemerintah.
Harry Hardjuno, salah satu penggugat menuturkan masalah ini bermula dari ganti rugi proyek mass rapid transit (MRT) pada akhir 2016 silam.
"Waktu itu ganti rugi saya terima tidak sesuai dengan luasan bidang saya," kata Harry kepada Kompas.com, Senin (4/9/2017).
Harry menerima uang ganti rugi, sedangkan dua penggugat lainnya menolak dan akhirnya dikonsinyasi oleh Pemprov DKI Jakarta.
Baca: Ada Proyek MRT Panglima Polim-Blok M, Waspadai 3 Titik Rawan Macet Ini
Kemudian sepekan lalu, Harry dan dua penggugat lainnya menerima surat peringatan pertama hingga ketiga yang memberitahu bahwa lahan milik ketiga orang ini akan dibongkar.
Lahan mereka yang dibeli pemerintah rencananya akan diubah menjadi jalan di depan Stasiun Blok A.
Karena merasa ganti rugi yang dijanjikan belum dibayar, Herry mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Waktu itu saya sudah tanya ke Pemkot dan BPN, mereka enggak mau ganti malah nyuruh kami gugat saja," kata Harry.
Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan (BPN) Jakarta Selatan Alen Saputra membenarkan pihaknya enggan memberikan ganti rugi.
Pasalnya, sebagian lahan yang tidak diganti rugi itu ternyata selama puluhan tahun telah menjadi Jalan Panglima Polim Raya.
"Kami tidak berani ganti rugi karena sebagian kecil lahannya memang dipakai Bina Marga sebagai jalan tapi jauh sebelum proyek MRT," kata Alen.
Alen mengatakan, dalam pengukuran di sertifikat hak milik atas bidang-bidang yang jadi obyek gugatan itu, memang benar ada bagian lahan yang difungsikan menjadi jalan raya.
Untuk masalah itu, Alen mempersilakan warga menggugat Dinas Bina Marga dan BPN Jakarta Selatan.
"Minta ganti ruginya ya kepada Bina Marga," kata Alen.
Baca: Pinjaman Dana MRT Bebani APBD DKI, Ini Kata Djarot
Di depan tanah itu kini dipasang peringatan untuk tidak membongkar.
Kepala Bagian Penataan Kota dan Lingkungan Hidup Jakarta Selatan Bambang Eko Prabowo mengatakan, pihaknya belum berencana membongkar meski sudah mengirim surat peringatan.
"Yang dikonsinyasi belum bisa dibongkar," ujar Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.