JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus penyelundupan satu ton sabu kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/1/2018). Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat saksi dari kepolisian, yakni Iptu Tony Gardianto, Bripka Muhammad Fauzi, Aipda Luhut Pardamean, dan Bripka M Sanudin yang merupakan anggota Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya yang menangkap delapan terdakwa.
Namun kesaksian empat penyidik itu banyak dipertanyakan hakim lantaran tidak lengkap dan kurang jelas. Polisi beralasan, penggalian keterangan dari para terdakwa saat proses penyidikan terkendala bahasa.
"Sekarang zaman global ya harus punya kemampuan berbahasa, kalau nanti seperti kasus narkotika ada yang ditangkap, tapi tidak bisa bahasa China bagaimana? Harusnya di Direktorat Narkoba ada polisi yang ngerti bahasa China, Afrika, kan gitu-gitu biasanya bahasanya," kata anggota majelis hakim Effendi Mukhtar di ruang sidang, Senin siang.
Para polisi itu mengaku mereka kurang tahu tujuan narkoba satu ton itu maupun jaringan pengedarnya di Indonesia. Sebab yang memeriksa adalah penyidik lain yang didampingi penerjemah.
Baca juga : Tak Tahu ke Mana Sabu 1 Ton Akan Diedarkan, Saksi Polisi Ditegur Hakim
Effendi juga mempertanyakan mengapa para penyidik tak menelusuri ponsel para pelaku untuk mengungkap jaringannya.
"Diteliti lagi harusnya percakapan HP-nya, berhubungan nggak mereka. HP mereka saya lihat bahasa China, jadi memang kita darurat narkoba," kata dia.
Effendi meminta agar masukan itu diterima instansi kepolisian. Ia tak ingin penyidik asal tangkap sebelum bertanya kepada tersangka.
"Rugi, bisa malu. Kita bisa dituntut balik kalau salah. Jangan sampai terputus sampai tidak tahu yang mengirim dan penerimanya ini siapa," ujar Effendi.
Delapan warga Taiwan menjadi terdakwa dalam kasus itu. Lima di antaranya berperan sebagai awak kapal Wanderlust yang mengantar sabu ke Anyer, Banten. Tiga lainnya ditangkap saat membawa sabu dalam mobil pada 13 Juli 2017.
Mereka didakwa dengan pasal 114 juncto pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.