JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar empat bulan yang lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno meluncurkan Kartu Pekerja.
Kartu ini seolah menjadi solusi dan dispensasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk para buruh yang tak puas dengan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2018.
Anies menetapkan UMP 2018 sebesar Rp 3.648.035.
"Kami menetapkan UMP di Jakarta untuk 2018 sebesar Rp 3.648.035," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, pada Rabu 1 November 2017.
Baca juga : Kartu Pekerja DKI Tak Laku
Besar UMP ini tidak sesuai dengan keinginan elemen serikat pekerja.
Serikat pekerja juga tidak setuju Pemprov DKI Jakarta masih menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan untuk penetapan UMP tahun ini.
Angka yang diusulkan oleh serikat pekerja adalah Rp 3.917.398. Sementara, angka Rp 3,6 juta itu usulan pemerintah dan unsur pengusaha.
Anies ketika itu menilai bahwa UMP yang ditetapkan sudah memenuhi unsur keadilan. Baik bagi pekerja maupun pengusaha.
"Ditanya soal fairness, Insya Allah ini sudah mempertimbangkan semuanya. Kami berharap ini menjadi bisa justru pendorong perekonomian kita," kata Anies.
Baca juga : Kawal Penetapan UMP 2018, Kelompok Buruh Demo di Balai Kota
Demo dari kalangan buruh
Keputusan UMP yang dibuat Anies mengundang reaksi dari para buruh. Mereka yang kecewa kemudian mendatangi Balai Kota dan berunjuk rasa.
Sebab, mereka sebelumnya telah menaruh harapan besar pada Anies-Sandi. Pada masa kampanye Pilkada DKI 2017 mereka telah mendapat "jaminan" dari Anis-Sandi, dalam bentuk kontrak politik, bahwa jika terpilih pasangan itu akan memperhatikan nasib kaum buruh.
Berbagai sindiran pun dilontarkan para buruh terhadap Anies-Sandi ketika itu. Mereka menilai Anies-Sandi telah ingkar janji dan mengkhianati mereka.
"Kenapa kita berdiri di sini? Karena kita tidak menyangka. Masih ingat kawan-kawan kenapa kita kemarin dukung Anies dan Sandi?" kata perwakilan buruh bernama Toha.
Baca juga : Kartu Pekerja DKI yang Tak Laku karena Kurang Sosialisasi
Kompensasi bagi buruh