"Sekarang enggak ada kernetnya, terus ada yang nyetir. Sekarang sih sudah dikurangi, dari pada nanti utang sama pabrik," ujar Arif.
Biasanya, tahu yang dijual Arif dibeli dari pabrik dengan jumlah yang telah ditentukan.
Jika tahu tidak habis dijual, biasanya disimpan untuk dijual kembali atau dibuang karena kondisi yang sudah tidak bagus.
Tentu saja membuang tahu yang tidak terjual akan merugikan Arif dan pemilik usahanya.
Karena kondisi itulah, Arif berjualan telur gulung. Ia memprediksi nasib telur gulung akan sebaik tahu bulat pada masa kejayaannya.
Memang, selama dua bulan berjualan, penjualan telur gulung belum bisa mengimbangi tahu bulat.
Namun, dari sisi omzet, kata dia, menjual telur gulung masih lebih baik dibandingkan dengan tahu bulat saat ini.
Begitu juga dengan biaya bahan baku telur gulung yang lebih murah.
Meski enggan menyebutkan modal usahanya, Arif mengatakan bahwa usaha telur gulung hanya memerlukan bahan telur, mi, saus, dan bumbu. Bahan-bahan itu lebih murah dibanding harga tahu.
Arif biasa berjualan berpindah-pindah. Namun, tidak berkeliling seperti berjualan tahu bulat. Dalam satu hari, ia hanya berjualan di satu tempat dari pukul 14.00-24.00.
Arif juga mengatakan, ia menggunakan mobil untuk menjual telur gulung karena banyaknya peralatan yang dibawa seperti wajan dan minyak.
Mobil yang dipakai juga bukan mobil pick up seperti tahu bulat karena tak perlu ruang yang luas sebagai tempat wajan.
Mobil yang saat ini dibawa berjualan dimodifikasi di bagian belakang. Hanya ada dua kursi di bagian penumpang yang menghadap ke belakang.
"Cuma diubah sedikit saja, hadep belakang sambil masak," ujar Arif.
Kendati demikian, Arif enggan memprediksi sampai kapan telur gulung bertahan di pasaran. Ini tergantung untung dan rugi yang diperolehnya nanti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.