Menurut Juniarti, pihak rumah sakit masih takut nantinya BPJS tidak akan menjamin pembayaran obat Trastuzumab.
"Mereka (pihak rumah sakit) hanya bisa mengatakan, 'Kita hanya bisa mengeluarkan obat ini begitu kita mendapatkan jaminan dari BJPS'," tuturnya.
Dihentikan BPJS
Obat Trastuzumab sebelumnya dijamin penyediaannya, tetapi BPJS Kesehatan menghentikan penjaminan obat kanker tersebut sejak 1 April 2018.
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengatakan, keputusan itu diambil setelah pihaknya berdiskusi dengan Dewan Pertimbangan Klinis (DPK).
"Nah DPK menetapkan bahwa pasien kanker apabila diberikan Trastuzumab itu tidak bisa memberikan efek medik yang bermakna. Itulah yang menjadi pegangan kita," ujar Budi, Senin (30/7/2018).
Baca juga: Pengabdian Sang Dokter Muda untuk Anak Penderita Kanker di Aceh
Namun, Budi tak menampik obat tersebut tak dijamin lagi karena masalah harga yang mahal. Obat tersebut berharga sekitar Rp 25 juta per ampul.
"Kenapa kami harus memberikan sesuatu kalau ahlinya mengatakan itu tidak memberikan efek medis. Kebetulan harganya mahal. Di sana kami juga bisa lebih efisien," kata Budi.
Menurut Budi, masih ada obat lain yang bisa digunakan pasien kanker selain Trastuzumab.
Dengan penghentinan jaminan obat tersebut, Juniarti telah menggugat empat pihak dengan nomor perkara 552/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel.
Keempat tergugat yakni Presiden Joko Widodo yang menjadi tergugat 1, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek sebagai tergugat 2, BPJS Kesehatan sebagai tergugat 3, dan Dewan Pertimbangan Klinis Kemenkes sebagai tergugat 4.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.