JAKARTA, KOMPAS.com - Permasalahan Kampung Teko atau Kampung Apung di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, tidak dapat diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sejak tahun 1990.
Kawasan seluas 3 hektar yang dihuni sekitar 200 Kepala Keluarga (KK) itu tergenang air keruh setinggi tiga meter secara permanen selama berpuluh-puluh tahun. Kampung tersebut seolah-olah menjadi sebuah perkampungan yang mengapung di atas air.
Masalah itu berawal dari pembangunan kompleks pergudangan oleh pihak pengembang di belakang Kampung Apung pada tahun 1988. Pembangunan itu membuat daerah resapan air untuk irigasi sawah produktif milik warga dan saluran air menuju Kali Angke harus ditimbun.
Belum lagi ribuan makam yang tergenang di bawah rumah-rumah panggung warga membuat kawasan ini semakin tak layak digunakan sebagai tempat tinggal.
Baca juga: Harapan Warga Kampung Apung kepada Pemprov DKI
Djuhri, tokoh masyarakat Kampung Apung yang pernah menjabat sebagai Ketua RW pada tahun 2006-2013 mengatakan, dulunya Kampung Apung adalah sebuah perkampungan asri layaknya sebuah perkampungan pada umumnya.
Ada pemakaman umum yang letaknya lebih tinggi dari pemukiman warga dan sawah produktif di belakang kampung.
Sejak tergenang banjir permanen, kondisi perkampungan berubah drastis. Bahkan banjir permanen itu telah menelan korban jiwa yakni dua anak kecil yang tercebur.
Baca juga: Era Jokowi, Ahok, Lanjut Djarot, Nasib Kampung Apung Masih Murung
Djuhri mengatakan, warga telah mencoba menuntut keadilan pada Pemprov DKI. Sayangnya, Pemprov DKI Jakarta seolah membiarkan warga Kampung Apung menderita padahal warga telah menuntut keadilan sejak 1990.
Ia mengungkapkan, tidak pernah ada itikad baik dari Pemprov DKI Jakarta untuk membantu mensejahterahkan warga Kampung Apung.
"Capek saya kalau ngomong pemerintah. Dari gubernur yang jadi presiden hingga gubernur sekarang membiarkan kita seperti ini, tetap menderita," ujar Djuhri kepada Kompas.com, Rabu (12/9/2018).
Baca juga: Pasukan Oranye Angkut 147 Ton Eceng Gondok dan Sampah di Kampung Apung
"Pak Jokowi sudah pernah ke sini bertemu saya, langsung bicara dengan saya. Pak Ahok juga pernah ke sini pas masih kampanye jadi pasangan Pak Jokowi. Tapi tetap tidak menyelesaikan masalah," ujarnya.
Ia berpendapat, seharusnya Pemprov DKI mampu memberikan solusi yang tepat dan cepat untuk menimbun genangan air di perkampungan karena luas perkampungan hanya sekitar 3 hektar.
Baca juga: Hingga Kini Rencana Pemindahan Makam di Kampung Apung Masih Buntu
Pemprov DKI saat era Gubernur Joko Widodo pada tahun 2012 pernah membangun dua buah rumah pompa untuk memompa air keluar dari perkampungan menuju Kali Angke yang berjarak 300 meter dari Kampung Apung. Namun, Djuhri menilai proyek rumah pompa tidak menyelesaikan masalah.
Pada 26 Maret 2014, pernah juga dilakukan pengeringan kawasan Kampung Apung oleh sebuah tim gabungan yang terdiri dari Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat, Suku Dinas Kebersihan, Satpol PP Jakarta Barat, Polsek Cengkareng, dan TNI. Meski demikian, lewat dari Oktober 2014, Kampung Apung masih terendam oleh banjir permanen.
Baca juga: Pembangunan Jalan dan RTH Dinilai Jadi Solusi Penataan Kampung Apung
"Kalau pemerintah punya keinginan untuk menyejahterakan warganya, itu kan pasir bekas galian MRT (Jakarta Mass Rapid Transit) dibawa ke sini untuk nimbun kampung ini. Kan selesai, jadi kering," kata Djuhri.
"Dulu kita pernah usul rumah pompa, memang dibuat dua rumah pompanya. Itu tetap tidak menyelesaikan masalah karena salurannya gak diperbaiki. Airnya jadi gak ngalir juga. Kesannya tuh setengah hati," ujarnya.