Patra menyampaikan ke N bahwa sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PNS harus bersikap netral.
Ia mengingatkan bahwa guru tidak boleh berpolitik, apalagi di sekolah.
N dipersilakan punya pilihan politik, tetapi mengingatkannya agar tak mengajak orang lain untuk mengikuti pilihannya itu.
"Jadi saya sampaikan bahwa 'Ibu salah dalam hal ini', dan beliau menerima, meminta maaf kepada saya, kemudian menyatakan tidak akan mengulangi lagi, menyesali perbuatannya," ujarnya.
Pembinaan pagi itu dituangkan dalam berita acara dan N menandatangani berita acara itu.
Namun, setelah itu, orangtua yang mengadukan hal ini menjadikan viral ceritanya di media sosial.
Orangtua yang menyembunyikan identitasnya itu juga mengunggah nomor ponsel Patra yang menurut mereka tak menanggapi aduan.
Keesokan harinya pada Selasa (9/10/2018), nomor orangtua tersebut dan postingan media sosialnya dihapus serta tidak bisa dilacak.
Patra sudah mengadukan masalah ini ke pengawas dan Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Selatan.
Rabu (10/10/2018), Bawaslu DKI Jakarta mendatangi SMAN 87 untuk melakukan investigasi.
Komisioner Bawaslu DKI Puadi mengatakan, lantaran informasi yang diterimanya bukan aduan resmi, ia tak memeriksa guru N secara formal.
Ia hanya menelusuri tuduhan yang dimaksud dan mencari dugaan pelanggaran pidana pemilu.
"Kami minta keterangan guru tersebut, kami mintai informasi apakah ada hal salah menyampaikan ke siswa sehingga ada laporan orangtua siswa yang tidak suka tindakan tersebut," ujar Puadi.
Baca juga: Bawaslu Selidiki Guru SMAN 87 yang Diduga Beri Doktrin Anti-Jokowi
Menurut dia, guru N membantah melakukan seperti yang dituduhkan.
Jika tuduhan itu terbukti, kata Puadi, N bisa diproses secara hukum sesuai Undang-Undang Pemilu Pasal 280 Ayat (1) huruf c, d, dan h.
Pasal itu berbunyi, “Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: c) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain; d) menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat; dan h) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Selain Bawaslu, Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Selatan juga datang untuk mendengar cerita N.
Kepala Seksi Pendidikan Menengah Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Selatan Hermanto mengatakan, N berurai air mata ketika ditanya.