JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta memprotes larangan kampanye di rumah susun sewa (rusunawa) yang dikelola Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Anggota dewan yang kembali mencalonkan diri itu menilai larangan tersebut tak masuk akal.
Mereka pun memanggil Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta yang membuat larangan dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta, Rabu (20/2/2019).
"Kami sedang menjalankan tugas konstitusi tentang Pemilu itu sendiri, kami meyakini bahwa seluruh masyarakat Indonesia yang berdomilisi di DKI Jakarta wajib diberikan pemahaman, pencerahan tentang Pemilu itu sendiri," kata Ketua Fraksi Partai NasDem Bestari Barus, Rabu.
Baca juga: Anggota DPRD Keluhkan Larangan Kampanye di Rusunawa
NasDem mempertanyakan larangan yang terjadi di Jakarta tak sesuai dengan kebijakan yang dijalankan pemerintah pusat.
Ia mencontohkan kegiatan politik yang kerap terjadi di Gelora Bung Karno (GBK) dan tak jadi masalah. Padahal, Gelora Bung Karno juga aset negara yang dikelola pemerintah.
Kritik senada disampaikan anggota Fraksi PDI-P Pandapotan Sinaga. Menurut Sinaga, kampanye yang dilakukan calon legislatif maupun peserta Pemilu lainnya tak akan merusak tatanan rusunawa.
Pihaknya sekadar mensosialisasikan program masing-masing ke warga.
"Masa kampanye sekarang adalah blusukan door-to-door. Bagaimana bisa dapat ke rusun kalau ada larangan?" ujar Pandapotan.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat DPRKP DKI Jakarta Meli Budiastuti menjelaskan, larangan tersebut sebenarnya sudah dijalankan sejak Pilkada DKI 2017 lalu.
Alasannya, banyak warga rusunawa yang mengeluhkan kegiatan politik di lingkungan mereka.
"Waktu Pilgub sudah ada edaran untuk larang kampanye, waktu itu kepala dinasnya Pak Arifin, ada laporan warga soal pemasangan atribut parpol," kata Meli.
Bahkan, sempat terjadi konflik di Rusun Marunda dan sebuah rusun di Jakarta Timur akibat perpolitikan.
Baca juga: Larangan Kampanye di Rusunawa Berdasarkan Protes Warga
Saat itu, sekelompok warga Rusunawa Marunda bahkan sempat meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memecat Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Marunda.
Selain itu, akhir 2018 lalu warga memprotes anggota DPRD yang reses ke rusunawa untuk menyerap aspirasi masyarakat. Agenda reses disusupi ajakan untuk memilih dirinya lagi.
"Kenyataannya beliau bawa atribut parpol," kata Meli.
Atas dasar itu lah, DPRKP meminta arahan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI untuk melarang kegiatan kampanye pada 16 Januari 2019 lalu.
Bawaslu DKI membalas surat itu pada 23 Januari dan menyatakan tak berhak menentukan lokasi reses.
Bawaslu DKI hanya mengingatkan bahwa kegiatan kampanye apapun tak boleh menggunakan gedung atau fasilitas pemerintahan.
DPRKP pun membuat larangan kampanye di rusun lewat Surat Keputusan Kepala Dinas nomor 42 Tahun 2019.
Surat Keputusan itu merujuk pada larangan kampanye melibatkan gedung atau fasilitas pemerintahan yang termaktub dalam Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Pasal 64 ayat (3) Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Surat Keputusan Kepala Dinas ini dilanjutkan dengan sosialisasi Panwaslu Jakarta Utara kepada para kepala UPRS.
Panwaslu mengingatkan apabila kepala UPRS tidak mengingatkan warga untuk tidak melaksanakan kampanye, maka akan dikenakan Pasal 521 UU Pemilu tentang ancaman pidana penjara dua tahun dengan denda Rp 24 juta bagi pelanggar kampanye.
"Diminta lah kepala UPRS membuat spanduk. Redaksinya juga dibimbing Panwaslu tingkat kota," kata Meli.
Belakangan, Bawaslu DKI menjelaskan bahwa sebenarnya aturan membolehkan kegiatan kampanye di rusun.
Pasalnya, rusun yang dimaksud memang milik pemerintah. Namun rusun tersebut disewa warga.
Dalam Peraturan Bawaslu Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye, ada pengecualian larangan kampanye di gedung atau fasilitas pemerintahan.
Pengecualian tersebut berlaku bagi fasilitas atau gedung yang disewakan kepada umum.
"Kami baru saja tahu ada peraturan ini," kata Meli.
Baca juga: Didesak DPRD, DKI Batalkan Larangan Kampanye di Rusunawa
Meli pun menyatakan pihaknya bersepakat dengan DPRD dan Bawaslu untuk membatalkan larangan kampanye di rusunawa.
Kendati demikian, Meli juga mengingatkan bahwa kampanye yang nantinya dilakukan tak disertai dengan pemasangan alat peraga kampanye (APK).
"Kalau di dinding bangunan rusun, taman, itu dilarang. Kalau dia sosialisasi bawa APK silakan, setelah itu dibereskan lagi. Tidak ditinggal di situ. Kalah dibiarkan akan buat rusak estetika," ujar Meli.
Meli mengatakan, setelah ini pihaknya akan menyosialisasikan dibolehkannya kampanye tetapi dilarang memasang atribut kampanye di rusunawa.
Surat keputusan baru akan dibuat dalam waktu dekat.
"Kami sepakat setelah ini ada permohonan (dari pihak yang akan berkampanye) dan pemberitahuan izin, yang nanti akan kami jawab. Nanti kami kasih tahu apa yang boleh dan apa yang dilarang," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.