Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangtua: PPDB Sistem Zonasi Tak Adil, Anak Bisa Kalah dengan yang Nilainya Lebih Rendah

Kompas.com - 19/06/2019, 19:28 WIB
Cynthia Lova,
Icha Rastika

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Sistem zonasi pada pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dikeluhkan sejumlah warga Depok. Warga menilai, sistem zonasi ini tidak efesien dan tidak adil.

Lina, warga Jembatan Serong, misalnya, mengaku harus cuti bekerja untuk mendaftarkan anaknya PPDB.

Setiap subuh selama tiga hari berturut-turut, ia menemani anaknya untuk mengantre verikasi PPDB.

"Mau bagaimana lagi mbak, semua akan saya lakuin buat anak saya masuk negeri," ucap Lina di SMAN 1, Nusantara, Pancoran Mas, Depok, Rabu (19/6/2019).

Baca juga: Soal PPDB, DPRD Depok Kritik Server Down hingga Sistem Semi-offline

Meski telah cuti bekerja bahkan datang dari subuh untuk mendaftarkan anaknya, Lina masih tak bisa memastikan anaknya diterima di SMAN 1.

Menurut dia, kebijakan zonasi merugikan. Sebab, anaknya yang memiliki nilai tinggi bisa kalah dengan yang memiliki nilai lebih rendah tetapi rumahnya lebih dekat sekolah.

"Ini sebenarnya tidak adil ya, anak saya sudah belajar mati-matian untuk dapat nilai ujian nasional besar, tetapi harus kalah dengan siswa yang nilainya itu rendah, tapi zonasinya lebih dekat dibanding saya," ucap Lina.

Sama halnya dengan Ridho, warga Beji, Depok. Di sela verifikasi data, ia mengaku pesimistis anak bontotnya bisa mendapatkan kursi di sekolah negeri SMAN 1.

"Setelah dihitung, jarak rumah ke sekolah ini lebih dari 1 kilometer. Sementara itu, di sekitar SMAN 1 ini banyak sekolahan yang sepertinya anak muridnya pasti mendaftar ke sini, jadinya agak pesimistis anak saya bisa diterima, tetapi tetap dicoba, siapa tahu bisa ya mbak," ujar dia.

Kalaupun harus mempersiapkan sekolah pilihan kedua, Ridho merasa peluangnya lebih tipis lagi.

Sebab, jarak sekolah alternatif itu lebih jauh dari rumahnya sehingga persaingan semakin sulit.

Baca juga: PPDB Sistem Zonasi Membuat 20 SD di Kota Magelang Kekurangan Siswa

Ridho mengatakan, kebijakan yang menitikberatkan jarak sebagai penentu penerimaan siswa ini merugikan warga yang tinggal jauh dari lokasi SMA negeri seperti dirinya.

"Lebih baik seperti dulu, penerimaan berdasarkan nilai, jadi ada acuan sekolah yang dituju disesuaikan dengan capaian nilai ujian anak. Kalau berdasarkan jarak seperti sekarang ini sulit mempertimbangkan peluangnya," kata Ridho.

Ia menyampaikan, hingga saat ini masih melakukan survei mengenai sekolah-sekolah yang anaknya tuju.

Menurut dia, sekolah swasta tidak menjadi tujuan utama karena kualitas pendidikan yang ditawarkan jauh berbeda.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengelola Bantah Adanya Praktik Jual Beli di Rusunawa Muara Baru Jakarta Utara

Pengelola Bantah Adanya Praktik Jual Beli di Rusunawa Muara Baru Jakarta Utara

Megapolitan
Gangster Bawa Senjata Kelillingi Tanjung Duren, Polisi Pastikan Tak Ada Korban

Gangster Bawa Senjata Kelillingi Tanjung Duren, Polisi Pastikan Tak Ada Korban

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Brigadir RAT, Sebut Kematian Disebabkan Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Brigadir RAT, Sebut Kematian Disebabkan Bunuh Diri

Megapolitan
Suramnya Kondisi RTH Tubagus Angke, Diduga Jadi Tempat Prostitusi dan Banyak Sampah Alat Kontrasepsi Berserakan

Suramnya Kondisi RTH Tubagus Angke, Diduga Jadi Tempat Prostitusi dan Banyak Sampah Alat Kontrasepsi Berserakan

Megapolitan
Polda Sulut Benarkan Brigadir RAT Jadi Ajudan Pengusaha di Jakarta, tetapi Tak Izin Pimpinan

Polda Sulut Benarkan Brigadir RAT Jadi Ajudan Pengusaha di Jakarta, tetapi Tak Izin Pimpinan

Megapolitan
Mantan Karyawan Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris untuk Bayar Utang Judi dan Beli Motor

Mantan Karyawan Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris untuk Bayar Utang Judi dan Beli Motor

Megapolitan
Pabrik Arang di Balekambang Baru Disegel, Warga Sudah Hirup Asap Pembakaran Arang Selama 15 Tahun

Pabrik Arang di Balekambang Baru Disegel, Warga Sudah Hirup Asap Pembakaran Arang Selama 15 Tahun

Megapolitan
Baru Kerja Sebulan, Eks Manajer Resto Milik Hotman Paris Gelapkan Uang Rp 172 Juta

Baru Kerja Sebulan, Eks Manajer Resto Milik Hotman Paris Gelapkan Uang Rp 172 Juta

Megapolitan
Sudah 4 Bulan Permukiman Cipayung Depok Banjir, Akses Jalan Bulak Barat-Pasir Putih Terputus

Sudah 4 Bulan Permukiman Cipayung Depok Banjir, Akses Jalan Bulak Barat-Pasir Putih Terputus

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Segera Bangun RDF Plant Baru di Rorotan dan Pegadungan

Pemprov DKI Diminta Segera Bangun RDF Plant Baru di Rorotan dan Pegadungan

Megapolitan
Terima 256 Aduan Soal THR Lebaran 2024, Pemprov DKI Beri Tenggat Perusahaan hingga Akhir Tahun Ini

Terima 256 Aduan Soal THR Lebaran 2024, Pemprov DKI Beri Tenggat Perusahaan hingga Akhir Tahun Ini

Megapolitan
Banjir di Permukiman Depok Tak Surut 4 Bulan, Ketua RT Duga karena Tumpukan Sampah Tak Ditangani

Banjir di Permukiman Depok Tak Surut 4 Bulan, Ketua RT Duga karena Tumpukan Sampah Tak Ditangani

Megapolitan
Ulah Pengemudi Mobil Dinas Polri di Depok: Tabrak Motor lalu Kabur, Berujung Dibawa Satlantas

Ulah Pengemudi Mobil Dinas Polri di Depok: Tabrak Motor lalu Kabur, Berujung Dibawa Satlantas

Megapolitan
Pabrik Arang di Balekambang Beroperasi Tengah Malam, Bikin Warga Terbangun Gara-gara Asap

Pabrik Arang di Balekambang Beroperasi Tengah Malam, Bikin Warga Terbangun Gara-gara Asap

Megapolitan
Eks Manajer Resto Ramen Hotmen Milik Hotman Paris Ditangkap Usai Gelapkan Uang Perusahaan Rp 172 Juta

Eks Manajer Resto Ramen Hotmen Milik Hotman Paris Ditangkap Usai Gelapkan Uang Perusahaan Rp 172 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com