Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemprov DKI Akan Luncurkan Aplikasi Pemantau Udara Jakarta

Kompas.com - 02/07/2019, 16:47 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membuat aplikasi yang dapat menampilkan informasi kualitas udara di Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut aplikasi tersebut dibuat agar masyarakat bisa mengetahui dan mengukur seberapa besar polusi udara saat itu.

"Sehingga real time dan bisa mengetahui di mana kualitas udara seperti apa. Kenapa? Karena datanya ada, tapi selama ini data di-posting di web. (Karena) kami akan jadikan satu, kami akan bisa link-kan. Sehingga kita bisa tau persis kita nyumbangnya pada polusi itu seperti ini," ucap Anies di Balairung, Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019).

Baca juga: Menurut BMKG, Ini Faktor yang Menyebabkan Kualitas Udara di Jakarta Buruk

Anies mengatakan, selama ini masyarakat merasa kualitas udara baik-baik saja karena tidak bisa memantau kualitas udara secara real time.

"Bagi mereka yang naik motor merasakan sekali kualitas udara. Tapi bagi mereka yang dari kantor langsung masuk mobil langsung ke rumah lagi tidak menyadari kualitas seperti ini. Jadi kita ingin agar seluruh komponen masyarakat punya info," kata dia.

Ia menambahkan bahwa skala pengukuran udara pada aplikasi yang dimaksu akan berbeda dengan yang sebelumnya telah dimiliki oleh Greenpeace.

Namun, Anies enggan menjelaskan standara pengukurannya.

"Secara teknis saya biarkan para pakar menjelaskan cara mengukurnya karena skala-skalanya bisa jadi agak berbeda," ucapnya.

Sebagai informasi, udara Jakarta dinyatakan menjadi nomor satu yang terburuk di dunia pada Selasa (26/6/2019) lalu.

AirVisual merilis data pada pukul 08.00 WIB hari itu, nilai air quality index (AQI) Jakarta adalah 240 dengan konsentrasi PM 2.5 sebesar 189.9 ug/m3 atau berada pada kategori sangat tidak sehat (very unhealthy) yang berlaku pada jam dan lokasi pengukuran tersebut.

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta yang Buruk Jadi Sorotan, Ini 8 Faktanya...

Parameter itu mengacu pada US AQI (United States Air Quality Index) level, di mana perhitungan nilai AQI tersebut menggunakan baku mutu parameter PM 2.5 US EPA sebesar 40 ug/m3.

Menanggapi hal tersebut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih menegaskan, data AirVisual yang menyatakan tingkat polusi udara Jakarta terburuk di dunia pada Selasa (25/6/2019) pagi lalu tidak sepenuhnya tepat.

Ia menyebutkan, berdasarkan standar yang digunakan di Indonesia, udara Jakarta tidak seburuk yang dihimpun AirVisual.

"Indeks kualitas udara di Indonesia belum mengunakan parameter PM 2.5. Namun, nilai konsentrasi PM 2.5 sudah diatur sebesar 65 ug/m3 per 24 jam. Standar ini sedikit lebih tinggi dari standar US EPA sebesar 40 ug/m3," kata Andono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com