Jauh di luar urusan-urusan roman picisan, ada pesan yang hendak disampaikan oleh para jomlo Katolik berusia dewasa ini: jomlo bukan akhir kehidupan, jomlo bukan tragedi.
“Itu kenapa kita memfasilitasi mereka yang sudah kerja, menuju kemapanan. Bayangkan jadi dia dengan tekanan-tekanan tadi. Dia akan berpikir, ‘Kok gue jomlo sendiri? Suwe (sial) banget’. Sekali dia masuk KJK, dia bisa lihat, ‘yang jomlo bukan gue doang, kok’," tutur Agatha.
"Banyak yang jomlo, tetapi mereka happy with their life. Bukan sesuatu yang harus dipersalahkan ketika di usianya, dia masih jomlo. Yang harus diperhatikan kan kualitas hidup. Jomlo, tapi mandiri, itu justru penting,” kata Agatha panjang-lebar.
Agatha memastikan, inti keberadaan KJK tak sekadar mendorong orang-orang Katolik menemukan pendamping hidup seiman, tetapi juga mendampingi mereka yang belum memperoleh pendamping.
Itu dia sebabnya, komunitas ini bernama “komunitas jomblo”, bukan “komunitas jodoh”.
“Kita berharap, para jomlo enggak usah merasa alone dengan minoritas mereka. Kalau bisa dapat pasangan, itu benar-benar bonus. Kita tidak janjikan mereka dapat jodoh di sini. Dikiranya kita biro jodoh, banyak orang salah ngerti,” tutup Agatha.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.